Sebagai orang yang dibesarkan di Situbondo, melewati masa SD hingga SMA di kota yang dijuluki kota SANTRI ini, saya cukup sering melihat burung blekok. Biasanya, sang blekok terlihat di sawah-sawah dalam perjalanan dari dan menuju rumah Mbah di Besuki, bagian barat Kab. Situbondo. Tapi tetap, saya cukup tertarik untuk datang, ketika teman-teman mempost foto-foto Kampung Blekok Situbondo melalui media sosial mereka. Saya selalu suka datang ke tempat wisata berkonsep wisata ekologi atau ekowisata.
Maka ketika liburan lebaran kemarin, dalam perjalanan silaturrahmi dekat-dekat tempat tersebut, sekalian diagendakan saja untuk mengunjungi Kampung Blekok ini. Siang itu kami melaju menuju arah barat dari arah pusat kota Situbondo melewati jalan raya Daendels. Sedianya kami akan mengunjungi sepupu yang tinggal persis di seberang tugu 1000 km Anyer-Panarukan. Ternyata tuan rumah sedang tidak di tempat, maka kami putuskan untuk terus melaju sedikit lebih ke arah barat lagi, mengunjungi tempat wisata hits Situbondo yang lokasinya lumayan tersembunyi ini.
Beberapa meter sebelum gang masuk, ada papan besar bertuliskan Kampung Blekok, yang menunjukkan identitas lokasi ini. Seorang Kang Parkir gesit membantu kami menyeberang. Saya tidak melihat tempat parkir khusus mobil di tempat wisata hits Situbondo ini. Kami diarahkan untuk memarkir mobil di halaman sekolah dasar. Persis di mulut gang.
Ekowisata Kampung Blekok ini terletak di Klatakan, Kendit, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Letaknya di Pantura adalah di sebelah timur Pantai Wisata Pasir Putih, destinasi yang sudah jauh lebih dahulu populer di Situbondo.
Kampung wisata ini berada di balik kampung nelayan. Untuk mencapainya, kami harus masuk melalui gang kecil dan berada di balik kampung nelayan. Untuk ukuran sebuah kampung nelayan, lokasi ini cukup rapi dan bersih. Memasuki kampung kita akan menemukan rumah-rumah penduduk yang cukup rapi, beberapa penjual makanan dan kerajinan.
Terdapat pula taman, gazebo serta fasilitas musala dan toilet begitu memasuki area wisata ini. Saya tidak tahu seperti apa toiletnya, karena tak sempat mencoba masuk. Sebenarnya, niatnya semula mau melihat-lihat di bagian ini pas pulangnya ntar. Ternyata si anak lanang bertingkah sehingga kami pulang cepat-cepat.
Daftar Isi
Konsep Ekowisata: Ketika Wisata, Konservasi dan Edukasi Berjalan Beriring
Kecamatan Kendit menurut saya adalah salah satu bagian Situbondo yang unik. Daerah ini memiliki bentang dari pantai di bagian utara hingga perbukitan di bagian selatannya. Dulu almarhum Bapak bertugas sebagai Penyuluh Pertanian di daerah ini, namun saya baru ngeh bahwa kawasan pantai ini pun bagian dari Kendit. saya pikir hanya bagian selatan saja, yang dulunya adalah wilayah kerja Bapak.
Jika kita perhatikan, memang saat ini lumayan menjadi trend, wisata yang berkonsep ekologi atau ekowisata. Dalam buku bertajuk “Membangun Ekowisata Alam Liar” yang ditulis oleh Prof. Dr. Ir. Amran Achmad, M.Sc. disebutkan bahwa Ekowisata merupakan perkembangan kegiatan wisata alam yang lebih berwawasan lingkungan. Konsep ini telah banyak diterapkan di berbagai Negara yang mempunyai sumberdaya alam hayati yang telah mengalami tekanan yang berat. Kondisi ini meminta pemanfaatan yang harus dilakukan dengan cermat.
Dalam buku tersebut pula disebutkan bahwa, berbagai pengalaman, membuktikan bahwa kegiatan ekowisata mampu mengurangi kerusakan sumberdaya alam pada lokasi dimana kegiatan ekowisata tersebut dilaksanakan. Disebutkan pula bahwa ekowisata mampu meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan masyarakat setempat, bahkan menyumbang pendapatan negara yang tidak sedikit.
Bagi saya pribadi yang berbasis pendidikan lingkungan konsep ekowisata yang diterapkan pada tempat wisata hits Situbondo ini menarik banget. Karena dalam 17 tahun terakhir saya banyak sekali berkontak dengan para stakeholder dalam bidang lingkungan, dan tak asing lagi ungkapan: EKOLOGI dan EKONOMI tak dapat saling sejalan. Siapa bilang?
Masih merujuk buku di atas, Kegiatan ekowisata yang berbasis ekologi dan konservasi, akan memperlihatkan bagaimana mengelola sumberdaya alam yang berkelanjutan dan memberi manfaat ekonomi dan ekologi secara seimbang, serta manfaat sosial budaya dan ilmu pengetahuan, baik bagi pengunjung maupun pengelola. Tentu, dengan catatan: Jika Ekowisata tersebut direncanakan dan dikelola dengan baik.
Konservasi Blekok dan Mangrove di Ekowisata Kampung Blekok
Beberapa meter saja dari taman, gazebo dan fasilitas lainnya, kita akan temukan penangkaran blekok persis di pojok. Area ini tidak dapat dimasuki oleh pengunjung. Setidaknya demikian menurut pengumuman yang tertempel di gerbangnya saat saya datang. Entah jika ada waktu-waktu khusus dimana tempat ini bisa diakses oleh publik. Di sebelah tempat penangkaran blekok tersebut kita bisa mulai menyusuri hutan mangrove dengan melewati jembatan kayu.
Hutan mangrovenya cukup rimbun, namun jika siang hari ada juga beberapa area yang terpapar sengatan matahari. Jadi kalau enggak mau kulit teman-teman gosong, lebih baik bawa topi saja, deh. Jangan lupa, jika datang siang, oles sunscreen tebal-tebal. Wkwkwk.
Tak begitu lama menyusuri jembatan kayu, saya melihat tempat pembibitan mangrove. Ada berbagai spesies di sana. Tak banyak, sih, tapi saya senang melihatnya. Setidaknya, ada tanda bahwa penanaman mangrove di sekitar area ini masih akan terus berlanjut.
Kami berhenti sejanak. Kombinasi antara perut yang mulai keroncongan, kepanasan dan agak lelah berjalan, membuat kami kompak duduk bernaung di rimbunan bakau. Suami menginstruksikan untuk membuka bekal. Saya membawa roti yang dibeli sejak dari Bondowoso. Anak-anak makan roti dengan lahapnya. Kelaparan.
Oh ya, didekat kami duduk, sebenarnya ada pondok-pondok bambu yang difungsikan sebagai pusat jajan. Hanya mungkin karena kami datang saat masih suasana lebaran, lapak-lapak banyak yang tutup, hanya ada 1 yang buka.
Tips Mengunjungi dan menikmati Ekowisata Kampung Blekok
Konsep ekowisata itu punya tujuan mulia. Bukan sekadar datang, hepi-hepi, foto-foto demi eksis di instagram, makan-minum dan sebagainya. Aspek wisata harus tetap dapat balance dengan ekologi dan konservasi. Maka ada beberapa hal yang bisa kita (sebagai wisatawan) kontribusikan sehingga kedatangan kita memberikan impact yang positif baik buat diri kita sendiri maupun bagi orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan tempat wisata tersebut.
- Pakai pakaian warna putih atau cerah, jangan gelap. Apalagi kalau datang tidak saat pagi baget atau senja. Jangan lupa oleskan tabir surya juga, karena saat siang, lumayan menyengat panasnya.
- Bawa minum sendiri kalau Anda termasuk yang mudah haus. Biar dikit-dikit bisa minum
- Jangan buang sampah sembarangan. Jika merasa susah menemukan tempat sampah dan butuh membuang sampah, simpan dulu sampahnya untuk dibuang kemudian, jika sudah menemukan tempat sampah. Kalau saya sih, udah biasa nyimpen sampah di tas atau saku. Kalau hanya kemasan makanan mah, ya gak mengganggu kok. Daripada nyampah di ekowisata. Bikin lestari kagak! Ngerusak, ya udah pasti!
- Bayar retribusi. Hari gini masih ada yang suka nyolong-nyolong masuk tempat wisata enggak bayar tiket? Adaaaaa…. Saya pernah menemukannya. Jangan dong ya. Salah satu dampak kita berwisata kan pemasukan bagi daerah. So, bayar lah… murah ini. Tiket ekowisata kampung blekok ini cuma lima ribu perak sodara! Parah kan, murahnya?
- Jangan petik atau rusak apapun. Anak saya saya tegur tegas ketika saya temui memetik beberapa lembar daun bakau. Mungkin ada yang berfikir, ah…Cuma beberapa lembar ini! Eh…jangan salah, bagaimana jika semua punya pikiran yang sama? Bisa gundul dul itu mangrove.
Waktu Terbaik Mengunjungi Wisata Kampung Blekok
Jika melihat lokasi ekowisata kampung blekok ini, dan suasananya, waktu terbaik mengunjungi tempat ini saya rasa adalah sore hari. Menemani mentari terbenam di sini sembari melihat kawanan blekok pulang, ditemani secangkir kopi sepertinya ide bagus! Sayang kami datang saat siang tepat tengah hari. Maklum, ini hanya kunjungan kilat memanfaatkan waktu di sela kunjungan silaturrahmi lebaran. Kami akan datang lagi, semoga bisa pas menyongsong senja. Sehingga, kami dapat mengabadikan sunset, blekok yang pulang ke rumah, dan aroma senja di sini.
Transportasi Menuju Kampung Blekok Klatakan, Situbondo
Menurut saya, Kampung Blekok relatif amat mudah ditempuh karena lokasinya di jalur utama Pantura. Jika teman-teman menempuh jalur Surabaya-banyuwangi lewat Pantura, Kampung Blekok ini terletak di kiri jalan. Pantengin aja map, setelah melewati Pantai Pasir Putih. Karena kalau dari Pasir Putih, udah tidak terlalu jauh lagi. Jika dari arah Banyuwangi, mulai bersiap ketika teman-teman mencapai Tugu 1000 Km Anyer Panarukan.
Jika teman-teman datang menggunakan transportasi umum, kalau dari arah Surabaya bisa menggunakan Bus Surabaya-Banyuwangi. Pastikan yang lewat pantura ya. Karena ada juga Bus yang lewat selatan/ Jember. Kalau menggunakan bus dari arah Banyuwangi bisa dicari tahu dulu apakah akan transit lama di terminal Situbondo. Jika lama, teman-teman bisa oper angkutan umum berupa colt atau ada yang mobil besar biasa mereka sebut bison.
Nah, cerita saya udah paaaaanjang. Jadi bagaimana? Ada yang mau mampir kemari? Jangan lupa kabari saya. Siapa tahu saya bisa menemani.
Salam hangat,
WY
Baca tulisan lainnya :
Momblogger, penulis buku, dosen, trainer dan pembicara publik. Tema-tema green, health, pola makan sehat, travelling, teknologi dan pendidikan adalah topik yang diminatinya.
Pelatihan yang sudah dan sedang dilakukan adalah teknik penulisan artikel untuk blog, artikel untuk media massa, penulisan buku dan untuk review produk. Pelatihan lain yang juga diadakan adalah cara melangsing. Semua jenis pelatihan tersebut dikolaborasikan dengan buku.
Informasi lengkap profil bisa dilihat di facebook , instagram saya atau https://www.widyantiyuliandari.com/about-me
Saya baru sekali berkunjung ke kawasan mangrove..waktu di surabaya..tapi lupa lagi nama tempatnya..duh. N saya belum pernah liat burung blekok nih..jadi penasaran..
Ke sini Mbak. Haha…. Kalau yang di SUrabaya kayanya Wonorejo.
Kalau ke sana bebas bawa kamera apapun ya, Mbak? Kalau di Jakarta katanya mahal banget chargenya kalau bawa kamera. Cuma boleh karena smartphone. Padahal kamera hp sekarang banyak yang kualitas bagus, ya 😀
Bebas, Mbak. Udalah karcisnya murce, bebas pula. Haha…
Wah….aku penasaran ama kawanan blekok pulang ke rumah kala sunset tuh. Pasti pemandangan luar biasa deh…
Mau kak singgah ke sana, adem pemandangannya dan mau nyicip Kuliner khasnya
kalau banyak pepohonan ini bikin asyik pastinya adem dan bisaduduk2 lama di sana
Hijau hijau emg selalu bisa bikin segar mata.
Iya, Mbak. Segerrrr banget. Mata fresh, otak juga fresh.
Bagus ya mba, tempat wisatanya. Pun tampak bersih dan rapi. Paling suka berkunjung ke tempat wisata yg bersih begini. Semoga terus terjaga ekologi setempat ya..
Semoga, Mbak. Saya lihat memang reletif bersih. Meski sesekali ditemukan sampah plastik. Semoga ke depan bisa lebih baik. Karena kadang pengunjung juga yang nyampah ya. Pengelola padahal udah susah paya jaga kebersihannya.
Mau bangettt.. haha.. mangrovenya lumayan lebat ya.. kapan ya bisa kesini.. sekalian ke Baluran gituuu wkwk
Alhamdulillah makin banyak yang sadar wisata sekarang. Terutama pemanfaatan dan pelestarian hutan mangrove. Di Batam dan Bintan juga beberapa titik sudah digunakan untuk kegiatan seperti ini.
Kirain kampung blekok itu hanya candaan. Soalnya kalau dengar Wayang Golek atau Dongeng Sunda di radio, suka jadi candaan dengan nama Si Blekok. Eh ternyata malah ada nama kampung blekok beneran ya?
Nah…sip. kalau ke sini, sebelumnya ke wisata bahari pasir putih dulu. Lantas ke Kampung Kerapu (ntar bakal aku tulis juga), nah baru ke kampung blekok. Abis itu jangan lupa mampir di tugu 1000 kmAnyer-Panarukan
Halo, Mbak Widyanti apa kabar? Waaah, senangnya menikmati wisata keluarga di Kampung Blekok ini. Namanya unik bener yak hihihihi. Murce banget HTMnya hanya 5K 🙂 Wisata edukasi semacam ini penting loh buat kita terutama anak2 biar tau secara riil tentang alam kan ini ada pelajaran sains dll ya.
Wah….aku penasaran ama kawanan Blekok pulang ke rumah kala sunset tuh. Pasti pemandangan luar biasa deh…
Asik banget ya tempatnya. Dengan pohon-pohon bakau rimbun kayak gitu, pasti menyenangkan berjalan di tengah-tengahnya
Aku tuh selalu suka melihat akar-akar bakau yang kayak sulur. Menurutku itu seperti menancapkan kekuatan pada bumi hehe
Haha…betul. Namanya emang unik. Aku aja langsung kebayang candaan, “dasar blekok!” yang kek gitu.
Selalu suka berkunjung ke hutan mangrove, dimana rimbunan pohon terpadu dengan tenangnya pantai..indah pisan dan syahdu suasananya, penasaran dengan burung blekoknya mba
Beneran asyik. Aku juga belum bosan. Padahal lihat mangrove udah d mana-mana.
Mau berdoa biar bisa pulang lagi ga di hari raya, dan bawa mobil dari Jakarta. Biar bisa main ke Situbondo. Terus bisa mampir ke Lasem juga. Dua minggu aku dihantui wisata wisata menarik nih
Rental mobil disindang aje Kak. Biar gak cape nyetir dari djekardah. haha…
Seru ya, hijau asri banget. Apalagi mangrove nya juga lebat. Btw itu HTM nya murha banget ya cuma 5k?
Iya, murce parahhh. Ini aja kami masih didiskon senilai 1 tiket. Wkwkwk.
Ya mau banget dong mampir ke sini. Selesai baca tulisan ini, saya langsujg googling seperti apa rupa Burung Blekok. Ternyata cantik banget ya warna Burung Blekok ini.
Oh iya, di Kampung Blekok ini nggak ada penginapan macam Hutan Mangrove Jakarta gitu ya, mbak?
Untuk penginapan yg di area mangrovenya belum ada, Mas. Nah, kalo mau yg ada penginapan persis di bawah mangrove, Mas bisa kunjungi yang di Probolinggo. Asik banget dan dekat kota pola. namanya Bee Jay Bakau Resort. Di sana ada bungalow yg bisa disewa.
Ternyata di Situbondo ada Mangrovenya juga ya, jadi bisa menambah destinasi wisata kalau pas ke Situbondo. Btw kalau disana fotonya boleh menggunakan kamera dslr/mirrorless gitu gak kak? Soalnya kalau Mangroove yang di Jakarta hanya boleh dengan handphone tapi kalau untuk keperluan lain harus ada izinnya dulu.
Situbondo, karena dia di Pantura, justru garis pantainya lumayan, Mbak. Banyak lokasi yg ada Mangrovenya juga. Gak bayar mbak, untuk kameranya. Gratis kok.
Di sana ada musholla nggak ya? Untuk bisa menikmati sunset di sana, kudu ada musholla supaya bisa tetap sholat maghrib.
Ada dong. Itu sudah aku tulis, kok. Jadi amannnn..kalo mau lihat sunset, tetep bisa gak ketinggalan salat magrib.
Wahh,,, sejuk pasti disini kan mbak? di daerah ku juga ada wisata magrove seperti ini mbak.. duh jadi pengen jalan”
Emang sekarang udah banyak yang ‘mengawinkan’ wisata dan ekologi. Nah, mangrove ini juga di mana-mana udah getol ditanam sebagai bagian dari konservasi.
hikau2 pasti adem udaranya
Betul, Bunda. Betah berlama-lama duduk sini. Bahkan kepikiran, enak juga bawa laptop sambil menulis. Ide pasti ngalir deras, karena suasananya nyaman bgt.
ekowisata gini, bisa buat wsata sekaligus belajar. kalo ke situbndo harus coba main ke ekowisata kampung blekok ah.
Tips berkunjungnya ini semoga benar-benar bisa dibaca sama banyak calon pengunjung di banyak ekowisata lain ya, Mak. Secara, meski udah ditulis masih aja kadang ada yang reseh dan bertindak seenak udelnya ndewe.
seger2 lihat yang hijau2, ih senengnya
ekowisata kayak gini, bisa buat wsata + belajar. Mantab ni bisa menjadi tujuan wisata kalo ke situbndo ….
Betul sekali. Semoga makin berkembang ke depannya. Terima kasih sudah berkunjung di blog ini. 🙂