Sejak dulu, sejak punya Kak Asa, saya berkali-kali harus mewaspadai obesitas pada anak. Iya, sejak masa bayinya, walau bayi ASI Kak Asa termasuk bayi yang berisi, gembul. Sampai-sampai sering dikira bayi yang jagoan mimik susu formula berharga mehong itu. Seringkali, ketika bertemu orang, saya ditanya dengan tatapan menusuk nan menyelidik, “pasti susunya mahal, ya?” Duh… iya emang “mahal” gak bisa dibeli malahan. Wkwkwk.
Semakin besar, memang Kak Asa sudah tidak segembul masa bayi. Tapi, tetap saja, tubuhnya termasuk ginuk-ginuk, berisi. Saya jadi merasa harus waspada, apa iya anak saya ini sudah termasuk obesitas? Lalu jika iya, apa bahaya dan bagaimana saya harus menanganinya?
Berdasarkan laporan penelitian gabungan tahun 2016 yang dilakukan oleh UNICEF, WHO dan ASEAN, Indonesia memiliki persentase yang sama untuk anak obesitas dan anak malnutrisi (gizi kurang/buruk), yaitu sebesar 12 persen. Kalau menurut bahasa sejumlah ahli, obesitas ya juga cerminan malnutrisi. Karena biasanya obesitas muncul karena kelebihan nutrisi tertentu (biasanya makro) serta kekurangan beberapa unsur nutrisi lainnya (biasanya unsur mikro).
Gampangnya, sih. Lebih atau kurang, ya bakal sama-sama enggak baik. Bukankan demikian?
Daftar Isi
Sebenarnya, Apa yang Dimaksud Obesitas?
Jangan sampai salah, menyamakan obesitas dengan kegemukan biasa. Ternyata beda. Saya juga baru tahu setelah browsing sana-sini. Mengutip dari Alodokter, obesitas disebut sebagai kondisi kronis akibat penumpukan lemak dalam tubuh yang sangat tinggi.
Bagaimana kita mengukur obesitas, kapan anak bisa disebut telah mengalami obesitas? Ukuran yang saya temukan di banyak sumber, adalah BMI alias Body Mass Index. Indeks massa tubuh dihitung dengan membagi berat badan (dalam kilogram) dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Dengan mengacu pada cara perhitungan ini, ternyata Kak Asa memiliki BMI 24 koma sekian.
Merujuk pada info di HelloSehat, BMI Kak Asa ini memang sudah berada pada rentang berat badan berlebih. Rentang BMI 23 – 29,9, berarti anak memiliki berat badan berlebih, sedangkan jika mencapai angka 30 ke atas sudah masuk ke dalam golongan obesitas.
Bahaya Obesitas pada Anak
Mengapa saya termasuk concern untuk urusan yang satu ini. Saya pribadi berpandangan begini: Tuhan, pasti menciptakan manusia secara seimbang, termasuk urusan berat badan. Segala sesuatu yang kurang banget atau lebih banget, pasti tak baik. Kurus banget, atau gemuk banget, itu biasanya jadi penanda bagi kondisi kesehatan yang menyimpan masalah.
Nah, kalau ditelisik lebih dalam, ternyata memang demikian. Untuk kondisi obesitas ini, banyak juga risiko kesehatan yang bisa menyertai. Apa saja risiko kesehatan yang mungkin dialami oleh anak obesitas? Anak obesitas disebut-sebut memiliki kerentanan mengalami diabetes, kolesterol tinggi penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan lainnya saat dewasa nanti.
Belum lagi sederet komplikasi lainnya seperti asma, sleep apnea, perlemakan hati, pubertas dini, gangguan koordinasi hingga masalah psikologis seperti rasa rendah diri dan depresi. Bahkan disebutkan bahwa angka kematian akibat obesitas pada anak kini mencapai angka 2,6 juta kasus. (hello sehat)
Mari Kita Kenali Faktor Penyebab Obesitas
Ada peranan faktor genetik di dalamnya. Tapi saya tak mau serta merta menyalahkan faktor ini. Untuk yang dialami Kak Asa, walau Alhamdulillah belum termasuk obesitas, kalau saya tarik garis ke atas, memang banyak kasus obesitas di keluarga saya. Dari pihak ibu saya terutama, termasuk ibu saya sendiri yang sampai saat ini jatuh bangun berjuang keluar dari kondisi obes.
Faktor yang lain ya gaya hidup, terutama pola makan. Kak Asa ini termasuk rewel soal makan saat kecil. Ketidaktahuan saya masa itu, membuat saya menyerah, memberikan dia makanan apa saja asal mau makan. Nah, dear mamah muda, catat ya. Ini KESALAHAN yang saya pernah buat, jangan sampai diulang kembali.
Akibatnya, Kak Asa kecil menjadi penyantap kue-kue basah nomor wahid. Susah makan nasi, tapi dia bisa menghabiskan lebih dari 5 buah kue basah seperti kue sus, pastel, kroket dan semacamnya, dalam sehari. Disebutkan dalam banyak sumber, pola makan yang tidak seimbang adalah salah satu faktor terjadinya obesitas. Makanan tinggi kalori, lemak, tinggi gula, minim serat, jadi tertuduhnya deh!
Kebiasaan makan atau ngemil sambil nonton, juga menjadi pencetusnya. Tapi, beruntung Kak Asa tidak memiliki kebiasaan ini.
Faktor Kurang Gerak. Inilah yang jadi perhatian kami belakangan ini. Suami saya saat ini sedang giat-giatnya mengajak Kak Asa untuk berolah raga setiap hari. Walau suka bertualang, beberapa waktu terakhir ini Kak Asa memang tergolong mager. Tidak seperti dulu yang giat sekali hiking. Ini jadi tugas kami. Bagaimana pun, tubuh sehat ditopang banyak faktor. Bukan hanya makanan tapi juga bergerak secara seimbang.
Komplikasi Akibat Obesitas
Tidak hanya pada kesehatan, obesitas dapat berdampak pada hidup anak secara keseluruhan. Itulah mengapa, kami sangat waspada dan peduli terhadap hal yang satu ini. Lebih-lebih ternyata Kak Asa berpotensi mengalaminya.
Secara fisik anak yang obesitas tentu mengalami sejumlah masalah. Dari sisi aktivitas, bergerak dan berlari jadi lebih berat untuk mereka. Jangan lupa juga dengan kesehatan tulang dan persendiannya dalam jangka panjang.
Selain itu, banyak kondisi kurang menguntungkan juga dipicu oleh obesitas, misalnya tekanan darah tinggi serta hadirnya kolesterol tinggi dalam darah. Keduanya memicu plak yang bisa menyebabkan stroke dan serangan jantung bukan?
Kurang gerak dan obesitas juga bisa memengaruhi metabolism glukosa. Risikonya adalah diabetes tipe 2. Demikian pula juga penyakit pernapasan yang turut mengintai anak dengan obesitas. Gaya hidup yang kurang aktif bergerak, ditambah dengan kondisi obesitas, dapat memicu risiko diabetes tipe 2 yang memengaruhi metabolisme glukosa dalam tubuh Si Kecil.
Belum lagi masalah sosial dan psikologis yang dialami anak obesitas. Wah, daftarnya bisa menjadi amat panjang deh, dampak obesitas ini.
Cara Mengatasi Obesitas Pada Anak
Bagi saya, jelas dong harus diatasi segera. Meski belum jatuh ke katagori obes, sudah warning untuk waspada. Beberapa cara berikut kami lakukan untuk membantunya.
Mengkomunikasikan dengan Jelas
Untuk Kak Asa yang sudah bukan anak kecil, tapi bisa dibilang udah remaja awal, saya memandang sudah bisa diinformasikan dengan lebih detail beberapa hal terkait obesitas. Meski memang dia belum terkatagori obes, saya menyampaikan bahwa jika tidak diantisipasi, aka nada sejumlah risiko. Ini termasuk mudah. Karena salah satu profesi sampingan saya sebagai konsultan produk kesehatan. Membuat dia akrab dengan pembicaraan saya dengan klien tentang berbagai kondisi sakit serius. Kak asa sudah sangat tahu risiko kesehatan yang mengiringi obesitas.
Mendorong Anak Untuk Makan lebih Seimbang
Karena saya dan suami terbiasa sarapan buah, lama kelamaan anak-anak kami juga ikut sarapan buah. Jadi tdak terlalu sulit untuk membuat kebutuhan buahnya tercukupi. Yang agak tricky adalah sayur. Membuat remaja lelaki ini mau makan berbagai sayur dalam jumlah mencukupi, itu butuh kesabaran ekstra, pemirsah!
Jenis sayuran yang dia mau makan masih amat terbatas. Yang paling sering adalah lalap timun dan sayur bayam. Jenis sayuran lain harus dimasak dengan cara tertentu agar dia mau menyantap. Tapi, demi kesehatannya, ya mamak mana yang rela tak mengupayakan?
Baca Juga: Cara Enak Makan Sayur
Mengingatkan Anak Untuk Makan Lebih Tertib
Harapannya, secara perlahan munuju makan lebih berkesadaran. Saya tahu banget, ini enggak mudah. Lha wong orang dewasa aja masih susah kan ye, makan dengan mindful? Tapi tetap edukasi harus berlangsung. Tak bosan harus saya ingatkan ketika terlihat makannya lap-lep. Nyaris tanpa kunyah. Lebih-lebih ketika dia makan dengan makanan berkuah.
Bukan menjadi orang tua namanya, jika telalu gampang. Haha…maka ya tetap harus diupayakan mengingatkan selalu Kak Asa untuk mengunyah lebih saksama. Kadang dia nurut, ada kalanya juga terlihat kesal.
Mendorong Agar Lebih Suka Bergerak
Kurang gerak juga jadi tersangka penyebab obesitas. maka, mau tidak mau harus diatasi dengan mengupayakan bergerak. Ini adalah tugas suami yang beberapa kali dalam seminggu menemani Kak Asa berjalan keliling kompleks, atau hiking di alam bebas.
Membuat Anak Memiliki Banyak Aktivitas
Mager kadang disebabkan kurangnya aktivitas. Terutama ketika anak di rumah atau libur. Maka, kami harus mengupayakan anak ini sibuk. Diajakin kemana kek… Karena jika di rumah, yang diingatnya sering hanya makanan saja. Wkwkwk. Ada yang anak-anaknya serupa anak saya?
Jadi, begitulah. Masih panjang perjalanan ke depan mengatasi gemuknya Kak Asa demi mencegah obesitas. Tugas kehidupan kami sebagai orang tuanya. Anda punya pengalaman yang sama? Yuk cerita dong.
Baca tulisan lainnya :
Momblogger, penulis buku, dosen, trainer dan pembicara publik. Tema-tema green, health, pola makan sehat, travelling, teknologi dan pendidikan adalah topik yang diminatinya.
Pelatihan yang sudah dan sedang dilakukan adalah teknik penulisan artikel untuk blog, artikel untuk media massa, penulisan buku dan untuk review produk. Pelatihan lain yang juga diadakan adalah cara melangsing. Semua jenis pelatihan tersebut dikolaborasikan dengan buku.
Informasi lengkap profil bisa dilihat di facebook , instagram saya atau https://www.widyantiyuliandari.com/about-me
banyak yg seneng lihat bayi/balita ginuk2 ya Mba
Dicubitin, diuwel-uwel pipinya karena gemasss
padahal obesitas sama sekali bukan hal baik yg dianjurkan utk anak ya
Pola hidup sehat memang penting, apalagi jika diterapkan untuk anak-anak juga. Anak bisa hidup sehat jika orang tuanya juga mencontohkan ya mbak, aku jadi ingin lebih mengontrol lagi nih asupan yang aku berikan anakku.
tebalik sama aku mak. 3 boyz malah dibilang kurang gizi karena kurusnya. sampe aku ogah ke puskesmas karena males disindirin melulu. padalah mereka kurus krna ortunya waktu kecil jg imut2. entah kenapa ortunya abis nikah malah membesar ahahah
emang lucu ya kalo lihat bayi atau anak kecil bertubuh gempal, tapi kalo keterusan gempal sampai gede itu yang bahaya…
Jadi lebih tercerahkan tentang obesitas ini.
Ternyata mengunyah makanan pun termasuk didalam kiat mencegah obesitas
Kesalahannya sama, tapi ngoreksinya belum sama 😁.
Itu lho mbakyu, daku kebawa omongan “daripada jajan Chiki, mendingan roti yg bikin kenyang”.
Duh, PR bener ni mbakyu, anakku belum doyan banget sama sayur dan buah, cuma mau satu jenis buah (jeruk) dan satu sayur (wortel). Itupun porsinya sedikit banget.
Waduh, anak kalau kena obesitas bisa juga mengalami darah tinggi, kolesterol dll ya, yang biasanya dialami orang dewasa. Kalau melihat foto aku waktu kecil dulu termasuk gemuk, tapi sepertinya tidak obesitas. Nah, sekarang ini aku yang obesitas, huhuhhu…
Ngeri juga ya mba tentang obesitas anak, apalagi karena kurang gerak dan makanan yang dimakan juga ga kekontrol..kalau faktor genetik sih lain cerita ya mba
Aku juga takut anakku obesitas, kak…karena ada turunan dari keluarga suami.
Jadi akibatnya…anakku dikira kurang gizi sama Ibu.
Huhuu…sedih banget kalo terlalu kurus juga…
Duh Alde juga agak montok mbak, banyak gerak sih, hanya makannya banyak, sedang kukurangi gula dan tepung serta perbanyak sayuran dan buah..
Anak wedokku nih yang maemnya byuuuhh… kalau nganggur sebentar aja di rumah, selalu yang diingat makaaan ae :)) Apalagi sekarang udah masuk SMK, jenis kegiatan fisiknya udah ga sebanyak pas SMP dulu. Badannya makin berisi, enggak langsing kayak dulu lagi. Agak khawatir juga nih. Udah menasihati banyak-banyak, tapi ya piye jal, bocahe ora semandhing :)) Kalik aja pas di pondok maem jajannya banyak.
Aku dan suami juga sarapan buah mbk, kebiasaan kita ini mau nggak mau kok ya ngikut ke Aqla. Alhamdulillah semua buah dia suka.. Hajar ajaaa haha. Dia juga ikut sarapan buah, tapi jeda 2 jam baru minta sarapan nasi hehe.
Wah, mantap juga nih kak Asa suka timun.. Aqla baru sebatas ikut2an aja kalo lalapan hahaha
Kegemukan pada anak ternyata bahaya juga ya, rentan terhadap penyakit. Yang penting harus diimbangi olah raga fan aktivitas fisik lainnya. Oke, noted …
Obesitas pada anak juga tidak baik ya,mba. Apalagi melihat pola hidup saat ini. Sebagai orang tua kita harus lebih memperhatikan kesehatan anak.
Mengajak anak suka bergerak memang penting ya. Karena anak obesitas cenderung malas bergerak karena obesitas itu tadi
Waktu sulung saya masih bayi, dia juga badannya besar, sempat khawatir juga takut obesitas. Tapi seiring waktu, berat badannya normal kembali. Lega deh
Aku untungnua anak-anak ga obesitas. Biasa aja rata2 sesuai berat badan dan usianya mba.
Aku yang bminya gede banget perlu dikurangi *nangis kejer
Jadi inget ponakannya temenku yang obesitas, dari balita hobinya makan segala. Ini udah rada gedean dibiasain olah raga sama ortunya. Jadi lumayan nggak terlalu gemuk lagi deh sekarang. Noted banget ini buat nanti aku kalau punya anak.
Aku jadi ingat anak temen udah termasuk obesitas juga, kalau jalan kelihatan ngos-ngosan dan kedengeran. Sekarang dia lagi dibanyakin olahraga dan kegiatan di luar. Alhamdulillah ga terlalu gemuk sekarang. Bener makan seimbang juga penting ya.
Jadi teringat Arya si bocah raksasa yang kini sukses menurunkan berat badanya. Benar Mbak dia juga banyak gerak loh. Salah satunya main bola. Dan itu ampuh banget buatnya.
keponakan saya termasuk obesitas, usia masih 7 th dg tinggi 97 cm, beratnya hampir 35Kg. Hmmm… dia sukanya nasi. gak mau sayur. akhirnya sekarang selalu disiasati ada sayur dalam lauknya, diolah jd naget
Jadi ingat waktu si bungsu usia di bawah 10 tahun. Badannya gak kayak kakaknya, karena makan dan ngemil doyan jadi gampang gemuk. Alhamdulillah begitu banyak kegiatan di SMP, tubuh nya udah gak gemuk. Etapi mulai kuliah gemuk lagi, untung nya anaknya mau gerakin tubuh seperti lari atau gowes seminggu lima kali. Udah ngerti lah kalo harus imbang dengan rutin olahraga kalo suka makan
Aga anak kedua saya waktu bayinya juga ginuk-ginuk, Mbak Wid. Padahal dia cuma minum ASI aja, ngga pakai sufor. Kayak Kak Asa deh. Persis.
Tapi kata adik ipar yang bidan, Aga kegemukan. Saya bahkan udah diwanti-wanti agar Aga diet. Cuma, yang dikhawatirkan adik ipar tu bukan takut sakit atau apa, tapi takut mr. P nya kecil. Dan memang iya sih.. setelah berat badannya berkurang (setelah bisa jalan jadi langsing dengan sendirinya), itunya alhamdulillah makin besar juga. Wkwkwk..
makasih sharingnya mbak, walaupun anak-anak gak masuk kategori obes tapi perlu pengetahuan ini. anak-anak saya cenderus kurus kayak orang tuanya.
kadang banayk orang suak lihat anak gendut shg ortunya gak sadar kalau anaknay makin lama makannya makin banyak, kan kalau gendut lucu, nah akhirnya kebablasan