makanan sehat murah

Peran Ibu Saat Krisis: Ini Dia 7 Cara Mudah Tetap Makan Enak, Sehat dan Murah Saat Kondisi Sulit

Share

Kondisi sulit saat ini membuat banyak orang berada dalam kesulitan. Bahkan sejumlah kawan harus mengalami PHK dan kehilangan sumber penghasilan. Dalam kondisi terdesak, kita juga berhadapan dengan virus, yang artinya sistem kekebalan tubuh kita harus senantiasa terjaga.

Bagaimana mengatur makanan sekeluarga saat kondisi serba sulit? Bagaimana cara meningkatkan kekebalan tubuh dengan makanan sehat tapi kondisi kantung terbatas? Di sini ibu bisa memainkan peran yang amat penting. Jika ibu tahu caranya, walau sulit pilihan itu tetap ada.


Ini dia, untuk Anda teman-teman pembaca kesayangan, saya hadirkan 7 Cara Mudah Tetap Makan Sehat, Enak dan Murah Saat Badai Pandemi Saat Ini.

Fokus pada Sayur dan Buah Lokal, Makan Sehat Tak Perlu Mahal Bukan?

Tidak perlu standar terlalu tinggi, buah harus jenis tertentu atau impor, sayur jenis tertentu dan lainnya. Sayur dan buah lokal apapun, sama baiknya. Toh semua dibutuhkan tubuh untuk turut membangun tubuh sehat kuat.


Bawang Bombay mahal, enggak papa, pakai saja bawang merah atau daun bawang. Sayuran hijau dan lainnya, cari saja yang harganya relatif terjangkau. Contohnya nih, kalau di daerah saya antara bayam, sawi, kelor, itu yang paling mahal adalah bayam. Maka, yang sering dikonsumsi ya sawi dan kelor. Beres.


Untuk buah-buahannya, beli saja yang sedang musim dan relatif murah. Di daerah saya, karena dekat dengan tempat yang menanam buah naga dan jambu Kristal serta manggis, maka ketiganya saat ini sedang murah. Maka jenis itu yang biasa kami pilih, ditambah dengan pisang, yang secara umum memang selalu terjangkau harganya.

Protein Nabati Bukan Protein Kelas Dua, Lo!

Protein hewani selalu dielu-elukan sebagai makanan bergizi kelas premium. Sebenarnya enggak harus protein hewani terus tiap hari ya. Apalagi kondisi begini, sebagian dari kita juga harus pandai berhemat. Protein nabati kita jenisnya macam-macam, lo. Bukan cuma tempe dan tahu. Juga jangan remehkan gizi protein nabati, ya. Kami sekeluarga sudah membuktikan bertahun-tahun, kok. Dengan sumber protein dominan nabati, kami Alhamdulillah sehat-sehat saja. Sayang banget orang yang masih beranggapan, “makan kok enggak ada amis-amisnya”, maksudnya minus kehadiran protein hewani. Lo, emang kenapa?


Di Indonesia kita bisa menemukan berbagai kacang-kacangan dan polong-polongan. Referensi pengolahannya pun banyak dan sudah dicontohkan nenek moyang kita. Tinggal kita mau berkreasi dan memanfaatkannya saja.

Bumbu Alami, Bukan Sekadar Bikin Makanan Enak

Sejak pandemi ini menyerang, banyak sekali teman-teman yang tiba-tiba rajin membuat wedang atau minuman dari empon-empon. Sebenarnya, bahan-bahan berkhasiat tersebut bisa juga dihadirkan dalam berbagai masakan.

makanan sehat murah

Kalau memang tujuannya untuk berhemat dengan tetap memprioritaskan tubuh sehat, yuk berhenti dulu belanja bumbu-bumbu masak enggak jelas. Bukan cuma micin, tapi juga berbagai saus yang kemungkinan ada MSG dan bahan yang sebenarnya tidak diperlukan tubuh bahkan berpotensi menggerogoti kesehatan.

Kini, saatnya kita kembali belajar dari yang telah dilakukan nenek moyang kita. Indonesia kaya banget akan rempah. Nah, ini kesempatan untuk mengeksplorasinya. Mungkin teman-teman belum pernah merasakan rendang jamur ternyata juga sedap, sambal goreng tempe tak kalah sedap dengan sambal goreng hati, perkedel kentang mix kacang merah sungguh lebih sedap dari pada perkedel dengan daging. Coba saja, mainkan rempahnya.

Cara Memasak dan Menyajikan Secara Tepat, Ini Juga Kunci!

Efisiensi intinya! Saya kadang sedih melihat bahan yang sehat dan sudah diupayakan dibeli dengan susah payah, akhirnya mendarat di perut dalam bentuk tidak ideal. Sayang banget. Contohnya apa sih Mbak Wid?

Misalnya begini nih, punya sayur bayam cuma seikat, itu juga ngeluh belinya mahal. Eh, dikonsumsi dalam bentuk bayam krispi, digoreng garing kering. Apakah ini kemudian menjadi makanan sehat? Hmmm…

Contoh lain: Sayur terung dimasak lodeh sampai nyaris hancur. Sesekali dalam kondisi normal emang gak masalah. Tapi kita berada dalam kondisi wabah, imun kita harus kuat, artinya makanan yang masuk harus diupayakan sesehat-sehatnya, begitu maksud saya.

Contoh lainnya lagi, yang umum terjadi. Buah-buahan diblender dengan sirup dan kental manis. Aduh, sayang banget. Manfaat buahnya langsung tergerus jahatnya gula dan kental manis. Bukankah banyak yang mengeluhkan, belanja buah itu lumayan mahal? Maka dari itu, mari konsumsi secara benar.

Hati-hati Makanan Rekreatif yang Katanya Bikin Bahagia


Banyak yang berdalih, masa begini kita butuh bahagia, dan makanan salah satu sumber kebahagiaan. So, banyak yang merasa amat bebas dan memiliki alasan kuat buat ngembat semangkuk mie instan bertabur micin lebih sering, atau bergelas-gelas minuman kopi yang sedang ngehits, juga limpahan donat, cake, cookies dan entah apa lagi.


Sekali lagi, bukan enggak boleh. Kita berada di tengah suasana wabah. Kita dirumahkan dengan maksud membuat kita lebih aman. Tapi apa yang dilakukan di atas? Alih-alih bikin aman, imun melorot justru bisa dituai.
Siapa yang tak ingin tetap waras di situasi sulit begini? Siapa tak ingin tetap dan terus bahagia? Tapi izinkan saya berbagi dari sudut pandang yang berbeda. Letakkan kebahagiaan makan secara proporsional. Asuh jiwa yang mulai merana dengan cara yang lebih efektif dibandingkan lari pada makanan yang harusnya sifatnya rekreatif saja. Artinya? Boleh dikonsumsi tapi amat sesekali dan saat kondisi aman. Kondisi wabah jelas bukan kondisi aman yang dimaksud.


Jujur, saya juga mengalami stress. Bahkan tanda-tanda depresi ringan sempat menyapa di awal-awal wabah ini. Gimana enggak, rencana yang sudah disusun berbulan-bulan, banyak yang jadi kacau. Bisnis sepi dan berbagai hal lainnya. Izinkan saya berbagi bagaimana saya mengatasi hal ini secara efektif, bukan dengan makanan.


Saya melakukan relaksasi dibantu video di youtube Bapak Adi W Gunawan. Saya juga sempatkan memperbanyak istighfar dengan kondisi sesadar-sadarnya, afirmasi postitif juga saya lakukan. Dan Alhamdulillah, terbantu sekali.

Teman-teman yang sedang punya minyak esensial beserta perlengkapan difussernya juga bisa dimanfaatkan. Kondisi rileks bisa dibantu tercipta dengan aromatherapy yang sesuai. Mandi secara mindful alias mindful bathing juga bisa jadi obat stress pengundang bahagia. Kalau kita mau, banyak jalan bisa ditempuh tanpa terperangkap pada pilihan makan yang salah.

Baca Juga: Mindful Bathing untuk Menghilangkan Stress

Rencanakan Belanja dan Simpan dengan Tepat


Kita tak punya banyak kesempatan berbelanja. Mungkin sekali belanja harus diusahakan cukup sampai berhari-hari bahkan seminggu. Maka perencanaan belanja dengan matang menjadi amat penting. Jangan sampai bahan makanan mudah busuk justru rusak sebelum sempat dikonsumsi.
Pengetahuan tentang cara menyimpan bahan-bahan makanan terutama dalam lemari pendingin juga amat penting. Cek kondisi bahan makanan di kulkas setiap hari juga perlu dilakukan. Yang mudah rusak kudu dimasak atau dikonsumsi lebih dulu.

Pikir Berkali-kali Sebelum Memutuskan Membeli Suplemen


Vitamin C langka di pasaran. Kadang harga melonjak tetap saja dicari dan dibeli. Suplemen-suplemen lain yang mahal pun diserbu orang. Apakah kita benar-benar membutuhkan? Dan jika butuh, bagaimana cara mengkonsumsinya? Nah, itu semua patut diketahui dengan benar.


Alih-alih bikin sehat, konsumsi suplemen yang salah justru berpeluang merusak tubuh kita sendiri. Contohnya suplemen berupa ekstrak tanaman Echinacea yang tidak dianjurkan untuk dikonsumsi orang sehat dalam jangka waktu panjang. Contoh lain, penggunaan vitamin C dosis tinggi yang justru dipandang membahayakan apalagi dalam waktu lama.


Tubuh sehat, dengan pola makan sehat sebenarnya tak butuh tambahan suplemen. Kalaupun mau dilakukan, ya tidak perlu tiap hari. Fokus pada memperbagus asupan alami tubuh, sebenarnya sudah cukup.

Baca Juga: 7 Cara Makan Sehat yang Mudah Dipraktikkan

Nah, itu baru beberapa hal yang bisa dilakukan ibu saat kondisi krisis dan pandemi begini. Meski terbatas bahkan kesulitan, kita masih tetap diberikan-Nya pilihan. Tinggal kita mau memanfaatkan atau tidak. Mahal tak selalu sehat, hemat bukan berarti kurang sehat. Semua pilihan ada di tangan kita, mau makan sehat atau justru sebaliknya. Teman-teman juga udah melakukan upaya hemat dan sehat? Yuk cerita di sini. Atau sekalian teman-teman ikut Tantangan Blogging IIDN Bulan April. Temanya, ya seperti yang saya tulis ini. Yuk!

Share

57 thoughts on “Peran Ibu Saat Krisis: Ini Dia 7 Cara Mudah Tetap Makan Enak, Sehat dan Murah Saat Kondisi Sulit

  1. Terima kasih pencerahannya ya, Mbak…Menunya bikin ngiler parah 😀

    Di rumah tidak pernah beli suplemen selama pandemik ini. Bagi saya vitamin C cukup dari yang alami seperti buah, sayur. Bikin jus tomat dll tiap pagi itu hal wajib. Makannya saya bersyukur sekali mbak tomat nggak semahal apa harganya dan masih mudah dicari…hihi. Beda dengan suplemen kesehatan yang dijual di apotek…bahagia justru kalau makan bener, mood jadi bagus. Bahkan ibadah pun ngaruh deh…Tapi, karena nggak semua orang di rumah bisa makan seperti saya, tetap harus baking-baking mengurangi jajan di luar. Alhamdulillah, minimal kalau pagi suami dan anak-anak mau minum jus sebelum sarapan. Setelah tahu manfaatnya, udah nggak terpaksa lagi mereka nelennya…haha.

    1. Padahal, sumpahhh, menu non protein hewani dan murah semua. Wkwkww. Anak-anakku justru kalo dimasakin daging, cuma diambil kuahnya saja. Mubazir juga jadinya. Kalau camilan kami kadang beli di tetangga yang punya bisnis katering. Jadi beli sedikit aja. krn kebetulan aku gak bisa baking dan sama sekali gak punya alatnya. Wkwkwk.

    2. Bagus ni tipsnya Mba Wid. Saya juga orangnya nggak termasuk yang ribet, masak bahan2 yg tersedia di tukang sayur dan simpel2. Kebetulan dirumah mertua selalu masak pakai rempah2 alami, ternyata skrg org2 berlomba2 menggunakan rempah2. Hehe..

  2. Foto pertama itu simpel padahal ya mb wid, timun dan tahu kuning. MasyaAlloh tapi kok ya bagus banget jadinya, emang udah mendarah daging tentang makanan, sampai foto mb pun hidup mb. Keren.

    Saya termasuk orang yang anti suplemen tapi sayangnya saya selalu kalah dalam berdebat dengan orang yang apa-apa suplemen banget mb, akhirnya daripada berantem saya diem. Susah deh maunya instan, beli vitamin ini itu, maaf saya tidak terlalu memuja suplemen kalau tidak dalam indikasi yang harus meminum itu. Hiks jadi curcol

    1. Iya, Mbak. Sebenernya yang dibutuhkan adalah kemauan untuk mencoba berkreasi. Once itu dikuasai, bahan murah pun bisa menjadi lebih sehat dan enak. Kebetulan aku terinspirasi ibuku yang dulu doyan banget ikut lomba memasak. Dan lomba yang diikuti beliau biasanya emang bahannya challenging, misalnya kudu dari umbi2an. Jadi aku terbiasa melihat beliau berkreasi dengan bahan yang bagi orang lain mngkin receh.

  3. Mbak Wid sudah mempraktikannya ya .. cara-cara ini memang joss dipraktikkan dalam situasi sekarang. Kita memang diminta untuk kembali ke alam sekarang ini.

  4. wah makasih banget mba ilmu makan sehatnya. saya sama suami juga mulai berubah haluan nih. apalagi lagi pandemi begini, makan gak boleh sembarangan biar imun tetap terjaga. sekarang tiap pagi dan malam makannya buah. siang harus ada sayur meski tetap makan nasi. badan pun jadi lebih enak. Alhamdulillah

  5. Benar sekali yang disampaikan di atas Mbak. Ketakutan dan panik berelbihan kadang mengalahkan akal sehat untuk tetap hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi. Saya juga lebih mengedepankan konsumsi buah dan sayur Mbak, serta minum air putih yang banyak.

  6. Betul banget, di saat yang serba tidak menentu ini sebaiknya pola makan harus dijaga dengan tetap berpegang pada prinsip jangan terlalu mengada-ada. Artinya apa yang ada dimanfaatkan, harus bisa berhemat, efektif namun gizi tetap terjaga. Saya pun lebih senang mengkonsumsi tahu, tempe, ikan segar. Daging-dagingan jarang sekali karena selain mahal, kandungan kolesterol dalam tubuh saya harus terjaga 🙂

  7. Manggis di tempatku juga lagi murah dan banyaaak Mbak. Lagi masa pandemi gini, jadi ga ada alasan buat memperbanyak makan sayur dan buah, ya. Salut euy bisa tahan dari makanan rekreasionalnya itu. Aku menjura hihi

  8. Terima kasih remindernya ya mbak Wid, jadi kembali menata pola makan sekeluarga nih, semoga sehat selalu dan situasi bisa kembali normal aamiin

  9. Mantap tipsnya mba…
    So far sih sudah dipraktikin jg di rumah..
    Nah tp yg susah itu ngehandle krucils niiih…
    Mrk tuh suka protes klo sy sajikan makanan2 “sehat” terus hahaha…

    Jd kadang harus masak utk versi mrk jg yg agak kekinian

  10. Saya terkadang konsumsi suplemen juga mbak, walaupun enggak tiap hari. Karena sedang menyusui dan merasa makanan yang dikonsumsi blm mencukupi kebutuhan gizi busui. Kalau anak-anak selama ini enggak pernah saya kasih suplemen, alhamdulillah sehat-sehat saja. tapi sejak pandemi, saya agak khawatir, jadinya saya tambah suplemen deh.

  11. Ini maunya, sayangnya anggota keluarga gak bisa 😀
    Syukurnya makanan rekreatif khususnya mie instan gak sering di rumah kami. Sebulan pun belum tentu. Ngopi juga nggak, pas mau aja.

    Alhamdulillah buah2 selalu ada. Saya maksa soalnya. Nah, mudah2an yg lain juga banyak yg baca artikel ini. Karena jujur kesehatan saya terbantu dengan makanan sehat, bukan suplemen.

  12. Kalau saya lagi panen jambu biji merah mbak, tiap hari bikin jus jambu. Tadinya saya kupas dan buang kulitnya. Tapi pas ketahuan suami terus dilarang. Akhirnya sekarang kalau bikin jus jambu sekalian sama kulitnya.

    Tahu tempe itu bahan yang wajib ada di kulkas. Kalau pas malas masak, tinggal nyambel aja, terus tempe mentahnya digerus sama sambel.

  13. Sebenarnya yang sulit itu konsisten. Selalu tergiur sama makanan gak penting bagi tubuh. Lagi-lagi yang penting enak di lidah, praktis alias tinggal sodorin uang: jajan. Pembiasaan yang susah. Buat lepas dari micin aja kadang iya kadang enggak. Gak komitmen 🤭

  14. Mbaa, makasih pengingatnyaa. Berasa banget tuh salah satunya harus simpan makanan dengan tepat. Ini yang jangan sampe malah mubazir karna makanana atau sayuran basi

    1. Terimakasih tipsnya mbak wid. .

      Memang kok di masa seperti ini ibu tetap harus bisa cermat dan hemat ya, khusunya dalam mengatur menu maskaan sehari hari

  15. Wah setuju banget sama cara diatas. Aku juga di rumah selalu konsumsi makanan yg murah meriah, tahu tempe aja tiap hari. kalo ayam seminggu sekali. yg penting cara mengolahnya aja walaupun sama2 tempe, tapi kalo bumbunya beda, ya gak kerasa bosen juga 🙂

  16. aku so far masak yang gitu2 aja karena emang ga gitu pinter masakan indonesia.

    anak2 petakilan terus laperan, mamanya olahraga juga capek. buat energi lagi ya bikin cookies/kue/minuman manis.

    nanti malem ya makan biasa lagi. gitu aja. jadi yaaa dibikin seimbang, hahaha..

    1. Sebenernya bisa diakalin di marinasinya, misal cuma masak tempe goreng (ini di rumah harus selalu ada krn anakku yg laki gfans garis kerasnya bgt), nah ganti2 aja marinasinya. Aku kadang cukup marinasi garem+kaldu jamur bubuk, atau garem+bawang, terkadang garem+kunyit bubuk+ketumbar

      Perubahan kecil aja, tetep ada kerasa bedanya.

  17. Aku selama pandemi memutuskan enggak beli suplemen. Biasanya selalu sedia loh mbak Wid. Keputusanku karena haraga suplemen makin mahal. Dan butuh keluar rumah agak lebih jauh dibandingkan ketika beli buah dengan kandungan vitamin C yang tak kalah bagusnya. Jadi aku alokasikan duit buat beli suplemen ke belanja buah

  18. Sama. Aku juga stress kadang sampe bingung masak ga berhenti2 bapaknya 😂😂😂😂

    Secara di rumah nguuunyah ae. Tapi ttp kudu makan yang bergizi sehat seimbang ya mba

  19. Ngomongin suplemen di rumah juga aku ga stock mba lebih banyak stock madu, pagi tadi juga pas ke minimarket bnyk yg cari vitamin c dan berujung kecewa karena kosong tak bersisa

  20. Iya mbak, dalam kondisi normal aja enggak boleh sembarangan, apalagi dalam kondisi seperti ini…
    Saya tetap nyetok mi instan dan vit c dosis tinggi… Mi instan buat kalau kepingin banget dengan syarat badan lagi fit… Vit c dosis tinggi buat kalau sakit, dengan syarat lebih banyak minum air putih…

  21. Makasih sharingnya Mbk, aku ya baru-baru ini aja minum vitaman C lebih suka mmakan buah dan sayurannya, cuma beberapa hari sempat drop jadi mengkonsumi yang aman bagi lambung.

  22. Haturnuhun, kak…
    Tulisannya bikin makin semangat masak buat besok.
    Yang pasti, kita mengganti bahan makanan yang sesuai dengan kemampuan namun tetap dengan gizi yang cukup memenuhi kebutuhan keluarga.

  23. Butuh konsistensi ya mba untuk mempertahankan gaya makan yang sehat ini.
    Tapi sesekali makan dan minum yang rekreatif gapapa loh mbaa… Selain makanan sehat, jiwa yang sehat juga penting loh. Udah lah stres menghadapi kondisi yang serba tak menentu ini, sesekali menghibur diri dengan bikin yang hits-hits itu tak apo laaah.. 😉

  24. Makanan/minuman rekreatif nih yang gampang banget menyelusup di waktu-waktu luang. Hemm.. bagi sebagian orang enggak mudah memang Mbak membentuk kebiasaan hidup sehat (termasuk aku, hehe..). Tapi harus dimulai sedikit demi sedikit kali ya.
    Makasih sharingnya, Mbak 🙂

  25. Bener banget Mbak. Tulisannya mencerahkan sekali. Di saat suplemen vitamin c kosong di beberapa toko obat maupun supermarket terdekat, saya beralih ke buah-buahan lokal. Ini lebih bagus, malah, vit c secara alami. Dulu saya sering konsumsi minuman instant tiap hari, sekarang beralih ke rempah-rempah yang simpel juga buatnya tapi kaya manfaat. Mengolah makanan pun udah jarang banget jajan, dulu agak ribet mikirnya masak tiap kali mau makan. Sekarang pilih masak sendiri meski menunya sederhana tapi pengolahannya bisa kita pantau dibandingkan beli makanan di luar atau jajan.

    1. Menginspirasi, mba. Saya setuju sekali. Makan sehat tak perlu mahal, sayur dengan harga murah bukan berarti rendah gizi juga. Saya ingin tahu protein nabati apa saja yang dikonsumsi mba Widyanti selain tahu tempe, maaf terbatas nih ilmu gizinya.
      Rendang jamur kayanya enak mba

  26. Ahhh… jadi kangen sama manggis. Sedih aku tu kalo masuk ke toko buah, mba Wid, rata-rata buah-buah impor dengan harga yang ya gitu dehhh… Susah malahan nyari buah-buahan lokal. Biasanya aku pesen ke suami, minimal tiap hari ada pisang deh di rumah, gitu…

  27. Aih, saya suka sekali baca tulisan ini, Mbak Wid. Soal perdapuran, terus terang saya harus mikir keras karena di sini tinggal bareng orangtua dengan kebutuhan yang berbeda. Ada ibu yang punya asam urat jadi nggak bisa makan tahu dan tempe. Badannya sakit-sakit. Beliau juga sangat alergi hidangan laut, jadi saya harus beli ikan yang benar-benar masih hidup. Beliau sukanya pedas. Di sisi lain, bapak saya suka pedas tapi sebenarnya nggak boleh makan pedas. Alhamdulillah, saya makanan apa aja masuk, hihihi …

  28. mbak wiiiid….fotonya bikin ngiler banget sih, aku scroll2 berkali kali mana resepnya hahah. jadi pengen bikin

  29. nice share mba wid, betul… sayang bgt klu sdh beli bahan makanan tp diolah dgn cara yg tdk sehat. Yup.. sy jg nyetok sayuran per 2 minggu, nyimpan d wadah tertutup dan d bungkus tisu jdnya lbh awet

  30. Bener banget mb..harus pinter-pinter menyiasati di kondisi sulit begini. Untungnya dari awal keluarga kami memang suka dengan tahu dan tempe. Jadi ga terlalu sulit beradaptasi. Paling biarvga bosan kadang ganti dengan olahan telur yang harganya lumayan terjangkau.

  31. Ternyata jadi Ibu emang harus kreatif ya mba. Gak ada bahan makanan satu, masih ada bahan pangan lain. Bawang bombay mahal, pakai bawang yang lain. Disaat seperti ini para Ibu dituntut menyediakan makanan sehat namun bergizi. Namun tetap sederhana. Pakai bahan alami juga ini yang jleb. Kadang pengen praktis, tinggal cemplungin bumbu instan hiks. Makasih pengingatnya ini mbak :))

  32. Di rumah juga jarang makan daging dan ikan. Apalagi anaknya ayah-ayah alergi seafood, jadi malas aja mengolah kalau makan sendirian. Jadi memang lebih sering makannya ya sayuran dan tahu tempe aja. Hemat hehe. Cuma harus belajar cara mengolah dengan berbagai versi, biar yang masak juga nggak bosen gitu wkwk.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!