Selain vitamin C, vitamin D menjadi salah satu vitamin yang juga banyak diburu masa pandemi ini. Sebenarnya efektifkah vitamin D dalam meningkatkan daya tahan tubuh sekaligus sebagai salah satu ikhtiar mencegah dan menyembuhkan covid-19? Jika ya, berapa dosisnya dan bagaimana seluk beluk mengkonsumsinya?
Nah, suatu malam saat gabut saya menemukan IG TV yang bagus sekali, dishare kawan SMA saya, Tika. Karena lagi gabut maka saya tonton dan ternyata banyak insight baru saya dapat dari obrolan di sini, yakni di akun @tanyadookdin di mana dokter Dinda mengundang narasumber ahli banget soal vitamin D ini yakni Dr.HENRY SUHENDRA SpOT yang telah meneliti seputar Vitamin D sejak tahun 92.
Dilengkapi beberapa sumber terpercaya lain, maka this is it. Saya menuliskan ini karena kecintaan pada Anda pembaca blog ini. Dengan harapan kita makin sehat, mampu melalui pandemi ini dengan selamat. Happy reading!
Daftar Isi
Benarkah Vitamin D Berguna untuk Mencegah dan Mengatasi Covid-19?
Saking ngerinya saya terlibat dalam penyebaran hoaks, terutama sepotar covid-19 ini, maka selain mengutip obrolan dalam IGTV dokter Dinda tersebut, saya merasa perlu mencari sumber sahih lainnya. Beberapa jurnal saya temukan yang membahas tentang keterkaitan antara vitamin D dengan sistem kekebalan tubuh dan covid-19 ini.
Saya menemukan beberapa artikel ilmiah yang mendukung bahwa memang vitamin D berperan dalam mengurangi risiko infeksi saluran pernapasan. Sudah banyak pula review yang menyebutkan kemampuan vitamin d dalam mengurangi risiko infeksi virus. Artinya memang peran vitamin dalam imunitas, terbukti melalui berbagai studi. Bagaimana dengan covid?
Bagaimana Mekanisme Vitamin D Menaikkan Daya Tahan Tubuh?
Vitamin D memiliki banyak mekanisme yang mengurangi risiko infeksi mikroba dan kematian. Salah satu tinjauan tentang peran vitamin D dalam mengurangi risiko flu biasa mengelompokkan mekanisme tersebut menjadi tiga kategori: penghalang fisik, kekebalan alami seluler, dan kekebalan adaptif.
- Vitamin D dapat meningkatkan kekebalan seluler dengan mengurangi badai sitokin yang disebabkan oleh sistem kekebalan bawaan. Sistem imun bawaan menghasilkan sitokin pro-inflamasi dan anti-inflamasi sebagai respons terhadap infeksi virus dan bakteri, seperti yang diamati pada pasien COVID-19.
- Vitamin D mengurangi ekspresi sitokin pro-inflamasi dan meningkatkan ekspresi sitokin anti-inflamasi
- Vitamin D meningkatkan imunitas bawaan seluler sebagian melalui induksi peptida antimikroba,
- Suplementasi vitamin D juga meningkatkan ekspresi gen yang terkait dengan antioksidan (glutathione reduktase dan subunit pengubah ligase glutamat-sistein). Peningkatan produksi glutathione menghemat penggunaan asam askorbat (vitamin C), yang memiliki aktivitas antimikroba.
Menelisik sejumlah jurnal, ada banyak yang bisa ditemukan seputar covid dan vitamin D. Ada memang studi yang menyatakan bahwa vitamin D tidak ada korelasinya dengan covid. Saya baru menemukan 1 jurnal yang kesimpulannya seperti ini. Misalnya nih, kadar vit D yang rendah tidak mempengaruhi keparahan covid pada pasien yang diteliti. Catatan: salah satu jurnal dengan conclusion seperti ini menyatakan bahwa hasil mereka tidak termasuk orang yang mengalami defisiensi vitamin D. Jadi ini pembatasnya ya.
Namun beberapa studi justru membuktikan adanya keterkaitan antara vitamin D dan covid. Misalnya bahwa pasien dengan prognosis baik cenderung memiliki kadar vitamin d yang cukup. Sebaliknya, pasien dengan prognosis buruk memiliki vitamin D rendah. Sejumlah tinjauan juga telah menyarankan suplementasi vitamin d dosis tinggi pada pasien covid. Bahkan, kadar vitamin d juga disarankan menjadi hal yang penting diperiksa pada pasien covid.
Salah satu studi yang saya baca menyimpulkan bahwa Prevalensi tinggi hipovitaminosis D (kekurangan vitamin D) ditemukan pada pasien COVID-19 dengan gagal napas akut. Bahkan Pasien dengan defisiensi vitamin D yang parah memiliki risiko kematian yang jauh lebih tinggi. Lalu apakah vitamin dapat mencegah kita terpapar covid? Ini masih saya cari bukti sahihnya.
Kira-kira, mudahnya begitulah hasilnya blogger yang bukan mahasiswa kedokteran ini membaca sejumlah jurnal terkait hubungan vitamin D dan covid.
Berapa Kadar Optimal Vitamin D dalam Tubuh?
Kekurangan vitamin D ternyata menjadi masalah di dunia lo. Saya baru nyadar ketika membaca sebuah artikel di Healthline. Jadi kita harus memiliki berapa banyak vitamin D sih dalam tubuh?
Dokter Henry dalam IGTV tersebut menjelaskan bahwa suatu organisasi di amerika telah merekomendasikan vitamin D dalam tubuh 30-100. Di bagian ini saya kurang mendengar penyebutan satuannya ya. Hanya saja, jika saya browsing, di banyak sumber disebutkan satuan untuk vitamin D di tubuh kita satuan nanomol/liter (nmol/L) atau nanogram/mililiter (ng/mL). Dokter menyebut, sebaiknya mengambil angka acuan yang mendekati tertinggi. Jika disebut normalnya 30-100, yam ambil angka 80-100 sebagai acuan. Terlebih sedang dalam masa pandemik.
Pada laman Sehatq saya baca bahwa vitamin D kurang dari 30 nmol/L dikatagorikan defisiensi. Sedangkan 30-50 nmol/L disebut sebagai potensi kekurangan. Kadar normal adalah 50-125 nmol/L dan kadar tinggi adalah jika lebih tinggi dari 125 nmol/L.
Dari Mana Kita Memenuhi Kebutuhan Vitamin D?
Pada banyak sumber di internet, sangat umum disebutkan bahwa vitamin D dapat dipenuhi salah satunya dari makanan. Namun ada sebuah insight baru yang saya dapatkan di IGTV ini bahwa dengan makanan sehat optimal, kita baru bisa mencukupi kebutuhan vita D kita 15-20 persen saja. Beberapa makanan memang mengandung vitamin D, seperti ikan salmon, dan kuning telur serta fish liver oil. Namun, biasanya makanan hanya mengandung sejumlah kecil saja, tidak signifikan untuk memenuhi kebutuhan vitamin D.
Jangan lupa penuhi kebutuhan nutrisi Anda dan keluarga sebaik mungkin saat pandemi ini. Ini panduannya: Makan Sehat, Enak dan Murah Kala Pandemi Untuk Daya Tahan Tubuh Lebih Baik
Lalu bagaimana dengan berjemur? Wah, cara ini sangat banyak dianjurkan bahkan juga mengundang kontroversi tentang lama dan jam berapa sebaiknya berjemur. Menurut dokter Henry, UV B-yang dibutuhkan untuk mencukupi vitamin D, optimal pada jam 10-12. Yang perlu diingat bahwa jam segitu di Indonesia sangat panas. Dalam situasi ini kita hanya mampu berjemur sekitar 15 menit. Lebih dari itu tidak disarankan. Faktor yang harus diperhatikan juga yakni Sunburn. Pada saat kulit kita mulai kemerahan, produksi vit D berhenti. Jadi, sudah stop deh, vitamin D kita dapat saat itu.
Bagaimana matahari pagi? Bukankah banyak yang mengatakan sehat berjemur di pagi hari, terutama sebelum jam 10? Bahkan ramai-ramai kita berjemur sejak masa pandemi covid ini.
Matahari pagi lebih dominan UV A bukan UV B. UV A erat terkait dengan aging alias penuaan. Meski sebenarnya UV B pun jika terlalu banyak juga menyebabkan risiko yang sama. Namun kita perlu ingat tujuan berjemur di sini untuk mendapat vitamin D bukan? Artinya ya kita perlu mendapatkan UV B.
Berapa Dosis vitamin D yang Tepat?
Mengetahui dulu vit D dalam darah, disarankan oleh dokter Dr.HENRY SUHENDRA SpOT. Sehingga jika kita defisiensi, bisa diketahui, separah apa. Dokter Henry sendiri minum hingga 20.000 IU per hari. Beberapa kali saya dengar dokter mengulang bahwa sebaiknya tahu dulu kondisi masing-masing. Dosis optimal susah kalau mau dipukul rata.
Asupan harian maksimum yang tidak menyebabkan efek kesehatan yang merugikan, adalah 4.000 IU per hari. Beberapa kelompok merekomendasikan untuk mengonsumsi 800 hingga 2.000 IU per hari tetapi beberapa dokter merekomendasikan dosis yang lebih tinggi seperti kapsul OTC 5.000 IU atau bahkan 10.000 IU per hari tanpa gejala toksisitas. Dokter Henry sendiri bahkan mengaku mengkonsumsi hingga 20.000 sehari.
Untuk mengurangi risiko infeksi, disarankan agar orang yang berisiko terkena influenza dan/atau COVID-19 mempertimbangkan untuk mengonsumsi 10.000 IU/hari vitamin D3 selama beberapa minggu untuk meningkatkan konsentrasi 25(OH)D dengan cepat, diikuti dengan 5000 IU/hari. Untuk pengobatan orang yang terinfeksi COVID-19, dosis vitamin D3 yang lebih tinggi mungkin dibutuhkan.
Vitamin D Seperti Apa yang Kita Konsumsi?
Di pasaran banyak tersedia Vitamin D2 dan D3, lalu mana yang kita konsumsi? Vitamin D2 berasal dari jamur-jamuran. Menurut dokter Henry kurang efektif penyerapannya. Beliau lebih menyarankan Vitamin D3. Vitamin D jenis ini berasal dari makhluk hidup, hewan saat ini sudah banyak tersedia di pasaran.
Apakah Mbak Wid sudah melakukan suplementasi vitaimin D? Saya on the way. Ketika tulisan ini saya buat, saya sedang menunggu vitamin D pesanan saya tiba di rumah. Kenapa saya perlu menambah ikhtiar mempertahankan kesehatan serta merawat daya tahan tubuh dengan suplemen vitamin D? Saya merasa ragu, apakah tubuh saya punya cukup vitamin D. Mau mengandalkan makanan, beberapa sumber vitamin D dari makanan sudah disebutkan tidak punya jumlah signifikan. Mau mengandalkan sinar matahari, juga susah. Karena kalau mau berjemur dengan optimal dengan mengenakan bikini seperti disebut-sebut dokter Henry dapat memberi tubuh 10.000 IU vitamin D, itu ya saya juga nggak bisa. Wkwkwk. Mau berjemur kapan dan di mana?
Salah satu hal yang mendorong saya mencoba ikhtiar ini juga adalah setelah mengintip IG dokter Henry: b19doc. Dokter yang lahir tahun 50 sekian ini terlihat begitu bugar, fit, bahkan melakukan olah raga cukup menantang untuk seusianya, itu bagi saya mengundang penasaran. Saya jadi ingin mencoba sedikit cara bagaimana beliau melakukan suplementasi. Meski saya hanya berani mulai dengan dosis 5000 IU saja dulu per harinya. Kita lihat saja apakah kata-kata beliau bahwa dengan kecukupan vitamin D, “you’ll become a different person”.
Jadi bagaimana asupan vitamin D teman-teman? Sudah berusaha dicukupi dari makanan? Apa udah berjemur hingga gosyooong? Haha… atau udah pada mengkonsumsi suplemen vitamin D? Cerita di sini, yuk.
Sumber:
IGTV Akun @TanyaDokDin
Vitamin D dosing considerations in COVID-19, William Simmonson Geriatr Nurs. 2020 September-October; 41(5): 648–649.Published online 2020 Aug 25. doi: 10.1016/j.gerinurse.2020.08.011
Carpagnano, et.al, Vitamin D deficiency as a predictor of poor prognosis in patients with acute respiratory failure due to COVID-19, Journal of Endocrinological Investigation volume 44, pages765–771 (2021)
Mohammad H, et.al, Vitamin D insufficiency as a potential culprit in critical COVID-19 patients, Journal of Medical VirologyVolume 93, Issue 2 p. 733-740
Giuseppe Murdaca, Giovanni Pioggia & Simone Negrini, Vitamin D and Covid-19: an update on evidence and potential therapeutic implications Clinical and Molecular Allergy volume 18, Article number: 23 (2020)
Catatan:
Mohon dimaafkan penulisan sumber yang seadanya karena terburu-buru dan saya lakukan manual. Setidaknya teman-teman bisa menelusurinya ya.
Masih ada catatan bahwa micronutrients juga bekerja saling melengkapi dengan vitamin D. Ini akan menjadi bahasan menarik di tulisan-tulisan mendatang. Tapi tolong jangan tagih cepat-cepat ya. Karena membaca 1 jurnal dalam bidang kedokteran, bagi saya butuh waktu berhari-hari. Wkwkwk
Baca tulisan lainnya :
Momblogger, penulis buku, dosen, trainer dan pembicara publik. Tema-tema green, health, pola makan sehat, travelling, teknologi dan pendidikan adalah topik yang diminatinya.
Pelatihan yang sudah dan sedang dilakukan adalah teknik penulisan artikel untuk blog, artikel untuk media massa, penulisan buku dan untuk review produk. Pelatihan lain yang juga diadakan adalah cara melangsing. Semua jenis pelatihan tersebut dikolaborasikan dengan buku.
Informasi lengkap profil bisa dilihat di facebook , instagram saya atau https://www.widyantiyuliandari.com/about-me
kemarin aku isoman, dan disarankan 3 vitamin salah satunya vitamin D. selain vitamin aku juga disaranin gempur protein terutama telur. ternyata kuning telurnya itu yang penting karena ada vit D nya. alhamdulillah sih setelah seminggu pulih walau sekarang masih agak – agak gimana gitu urusan lidah, masih agak aneh. tapi indera penciuman alhamdulillah perlahan balik lagi.
aku kira berjemur bisa lama-lama ya, ternyata 15 menit aja udah maximal, hehehehe. soalnya panasnya akhir-akhir ini kurang, masih agak dingin gitu.
btw salam kenal mba, hihihihi
Kalau jurnal ttg vitamin D dpt meningkatkan imunitas ada ga ya?
Kemudian bbrp jurnal hasil nya kalau konsumsi vit D berguna untuk pasien positif covid dg kadar vit D rendah ditubuh, tp yg jd catatan, sample penelitian sangat minim, jumlah hanya puluhan. Situs resmi kementerian kesehatan pun membantah korelasi antara vit D dg penyembuhan covid secara umum, contoh pemerintah UK. Situs BBC pun menyebutkan kalau penelitian ttg vit D & korelasinya dg covid td “low quality research” yg dipertanyakan hasilnya.
dapat gambaran dari sini juga
waktu kemarin isolasi mandiri, biasanya aku berjemur diatas jam 10. Kata temen jam segitu kepanasan, tapi menurutku enggak ya, kalau jam 9 justru kadang nggak terlalu panas disini
dan sinar matahari juga nggak asal ya, ternyata kalau pagi lebih ke UV A