Hai, apa kabar kalian?
Apa yang sudah dilakukan pandemi ini terhadap kehidupan kalian?
Menghajar dari sisi kesehatan, memukul finansial, dan lainnya?
Hampir tak ada orang yang tidak terdampak sama sekali oleh pandemi covid ini ya?Hai, coba mari duduk bersila.
Pejamkan mata.
Letakkan tangan di dada kirimu.
Masih ada detak di sana?
Hai apa rasanya?
Kita masih hidup! Ya!
Tak peduli seberapa babak belur terasa di sana.Pasca pandemi, izinkan wisata penyembuh di Bali menawarkannya.
Daftar Isi
Berjuang dalam Banyak Sisi Selama Pandemi
Saya termasuk yang masih harus banyak-banyak bersyukur, setidaknya masih sehat sekeluarga termasuk keluarga besar, karena saya PNS penghasilan juga tetap aman. Kesehatan mental masih terjaga walau sedikit ada up and down nya.
Lalu apa lagi? Kenapa mesti kepikiran wisata healing di Bali segala?
Ya ada sih. Kebetulan sejak sebelum pandemi, salah satu bisnis kami sudah mati suri. Kondisi pandemi bikin kami harus berpikir ribuan kali untuk merintis bisnis yang baru lagi. Namun Tuhan masih amat sayang sama kami. Amat bersyukur, sudah bertahun-tahun saya menekuni hobi dan akhirnya menjadi penghasilan. Dari menulis dan ngeblog kami mendapatkan banyak peluang. Itu artinya, 2020 hingga saat ini menjadi tahun penuh kerja keras.
Tahun 2020 adalah tahun paling hectic, di mana banyak sekali job dan lomba blog saya ikuti. Sebagian besar kompetisi bisa saya menangi, dan itu amat membantu.Begitu pula ketika April tahun ini kami harus pindah kota karena saya mengalami mutasi tugas, banyak sekali kebutuhan yang bisa kami biayai dari penghasilan tambahan yang saya dapat dari ngeblog dan menulis.
Kadang ada rasa lelah harus berlompatan dari ngurus rumah, kerjaan kantor, dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan terkait blog dan buku juga memberikan training sana-sini. Segalanya tidak ada yang kekurangan. Tapi saya harus mengakui, lelah juga terasa berlarian sepanjang 2 tahun ini. Saya butuh penyembuh.
Kesehatan Mental Patut Menjadi Perhatian
Itu baru yang saya alami. Bisa dibilang saya tak punya masalah yang amat berat saat pandemi. Tapi bagaimana dengan banyak perempuan lain di luar sana? Teman-teman yang harus kehilangan pekerjaan gara-gara pandemi, perempuan yang suaminya kehilangan penghasilan akibat pandemi? Teman-teman yang kehilangan keluarganya akibat pandemi?
Sebelum pandemi saja, mental health issue menjadi masalah yang sebenarnya cukup penting. Lebih-lebih ketika badai pandemi datang, menghancurkan banyak hal. Kasus-kasus terkait kesehatan mental, bagai gunung es. Terlihat sedikit saja di permukaan. Namun nyatanya, ini problem besar! Kesadaraan akan pentingnya merawat kesehatan mental, sama baik dengan merawat kesehatan fisik di masa pandemi ini, menjadi amat penting. Lebih-lebih kalau kita ulik statistik terkait kesehatan mental di Indonesia.
Sejak 2013 hingga 2018, jika mengacu pada RISKESDAS, atau Riset Kesehatan Dasar di Indonesia, terjadi peningkatan prevalensi kasus terkait gangguan terhadap kesehatan mental. Untuk gangguan jiwa yang berat (skizofrenia/psikosis), kenaikannya terhitung tidak banyak yakni dari 0,15% menjadi 0,18%. namun untuk ganggan mental emosional bisa dikata cukup ada lonjakan dari tahun 2013 ke tahun 2018 yakni 6,1% menjadi 9,8 persen.
Pada masa pandemi, kesehatan mental juga menjadi hal yang patut mendapat perhatian. Pengumpulan data yang dilakukan SurveyMETER pada bulan Mei 2020, menunjukkan hasil seperti berikut:
Di lihat dari angka-angka, belum lagi mendengar cerita sana-sini, keluhan teman dan saudara, nyata banget, kesehatan mental PERLU mendapat perhatian.
Mengawinkan Healing untuk Kesehatan Mental dan Writing
Banyak banget yang menuliskan dan memercayai hal itu. Tapi belum banyak yang tahu betul bagaimana memanfaatkan writing benar-benar untuk mendapatkan efek penyembuh. Alih-alih sembuh, sampah emosi justru terserak ke mana-mana. Energi kurang baik akhirnya menular kepada pembacanya. Ini bisa kita lihat di banyak ruang, termasuk media sosial.
Sejak 2020 saya bersama teman-teman di Komunitas Ibu-ibu Doyan Nulis dan Ruang Pulih, bekerja sama untuk benar-benar menjadikan writing sebagai upaya healing. Makanya program kami didampingi juga oleh psikiater dan pragmatic psychology practitioner. Dua tahun program kami berjalan. Lambat laun, kesadaran akan kesehatan mental makin terbangun di kalangan anggota kami.
Sungguh ingin menghelat program yang sama pasca pandemi dan kali ini luring. Ya, ketemuan secara langsung. Karena dua tahun ini kami melaksanakannya dengan daring. Dan, ada alasan kuat kenapa kali ini mesti luring alias di luar jaringan. Saya sangat ingin mengemas writing, healing didukung energi penyembuh dari alam dan semesta BALI.
Merindu Energi Penyembuh Semesta Bali
Mengapa harus Bali? Banyak sekali alasannya. Jika diurai sesuai kebutuhan dan planning kegiatan adalah sebagaimana tertulis di sini:
Alam memberi energi!
Bayangkan, mengikuti sesi coaching writing for healing sambil duduk di sudut bale bengong. Dengan hijau rumput di sekeliling, aroma bunga kamboja, pohon kelapa memayungi dan saat sesekali melihat ke atas, kita temukan langit begini biru, begini cerah. Ah, saya membayangkan sesi gratitude journal, ketika peserta diminta menuliskan rasa syukur. Pasti akan luber-luber syukurnya, kehabisan kata-kata buat mendeskripsikan keberadaan kita di tempat itu kala itu terjadi.
Ya, bayangkan kita berada di tengah pemandangan luar biasa ini. Kita boleh jadi merasa amat kecil. Luruh semua angkuh dan sombong. Namun kita disadarkan, hei! AKU ADA. Sekecil apapun, kita ada, kita masih menjejak bumi, dan tugas kita di sini BELUM SELESAI. Maka wahai diri, kamu punya jutaan alasan untuk menjadi kuat.
Pulang kepada diri
Saya membayangkan melakukan meditasi, menyadari napas, menyadari diri dalam suasana seperti ini. Di tepi laut di mana saat saya membuka mata, disambut pemandangan biru begini. Samudra membentang yang tampak tenang, lengkap dengan energinya yang luar biasa. Ahhh…
Atau mungkin kita juga memilih untuk berdzikir, atau membaca apapun mantra baik. Bayangkan laut dan semestanya mengamini. Rasanya sungguh luar biasa.
Bali kaya akan tempat-tempat suci. Saya muslim, namun saya tidak akan bicara religiusitas, melainkan lebih kepada spiritualitas. Ke mana saja saya pergi ke tempat-tempat suci atau tempat ibadah agama apapun, rasa sebagai HAMBA dan bahwa TUHAN seolah menyambut kedatangan saya, terasa amat kuat. Suci, agung, penuh kasih.
Yoga bukan sekadar menempa fisik
Yoga pun bukan sekadar jungkir balik dengan pose-pose menantang dan unik
Yoga itu olah tubuh, olah pikir, olah jiwa
Terbayang nikmatnya melakukan praktik yoga dibimbing trainer bersertifikat dan berpengalaman di alam Bali yang super cantik. Mungkin kaki telah tak perlu matras yoga, pasir putih halus siap mentransfer energi baiknya ke tubuh kita.
Ahhh…. begitu menenangkan. Begitu menyegarkan!
Bali di kalangan pelaku makan sehat alami, terkenal bagai surga. Mau makan ala-ala raw foodist, veganist, atau mau mencecap pangan lokal bali yang diolah sesuai kekayaan kulinernya? BISA! Bayangkan menikmatinya di tengah alam cantik seperti ini. Sungguh bagai keajaiban!
Lebih-lebih saya sangat menyadari, ini amat penting. Asupan jiwa dan asupan raga. Karena keduanya saling berhubungan. Pengalaman membuktikan bahwa memilih makanan dengan baik, membuat psikis juga jauh lebih nyaman, tenang, adaptif terhadap berbagai tantangan di luar sana.
Bayangkan senja keemasan ini menyambut begitu membuka pintu. Duduk bersila berlama-lama menikmatinya, sambil merenung, menghitung-hitung berkat yang telah kita terima. Alangkah nikmatnya…..
Saya juga membayangkan dan mem-planning banyak lagi sesi baik writing maupun lebih ke arah healingnya. Rasanya semua akan sangat bisa dilakukan dan mendapat energi positif dari alam sekitar. Semesta Bali yang cantik, ramah dan berenergi penyembuh. Awww…. can’t wait!!
Akomodasi Kondusif RedDoorz
Saya punya beberapa pengalaman baik dengan RedDoorz, jaringan penginapan budget online terbesar di Indonesia. Terutama di sekitar tahun 2017 hingga akhir 2018 di mana saya harus LDR dengan keluarga untuk menjalani studi. Kala weekend, beberapa kali keluarga menjenguk saya dan kami menginap di akomodasi dari RedDoorz di Surabaya.
Mencari hotel di Bali juga akhirnya ingat Reddoorz. Di Bali, kita juga bisa menemukan banyak sekali pilihan penginapan dari RedDoorz.
Mengapa RedDoorz?
Bagi saya, pilihan ini didukung banyak pertimbangan seperti misalnya fasilitas mendasar yang cukup lengkap di setiap kamar yang ditawarkan meliputi: wi-fi, televisi satelit, linen yang bersih, air mineral, kamar mandi bersih berikut perlengkapan mandinya.
Alasan lain memilih RedDoorz?
Woh ya, kalau bagi saya jelas karena mereka adalah jaringan budget hotel. Ada banyak sekali pilihan penginapan dengan harga amat terjangkau! Selain itu, booking praktis karena kita bisa langsung pesan secara online.
Di akhir tulisan, mari kita bayangkan, leyeh-leyeh di bed nyaman setelah seharian puas menikmati berbagai aktivitas wisata sekaligus healing di berbagai sudut Bali. Hmmmmm….
Baca tulisan lainnya :
Momblogger, penulis buku, dosen, trainer dan pembicara publik. Tema-tema green, health, pola makan sehat, travelling, teknologi dan pendidikan adalah topik yang diminatinya.
Pelatihan yang sudah dan sedang dilakukan adalah teknik penulisan artikel untuk blog, artikel untuk media massa, penulisan buku dan untuk review produk. Pelatihan lain yang juga diadakan adalah cara melangsing. Semua jenis pelatihan tersebut dikolaborasikan dengan buku.
Informasi lengkap profil bisa dilihat di facebook , instagram saya atau https://www.widyantiyuliandari.com/about-me
Pancen keren iki ngambil sudut pandang…. Huwaaaaa congratsssss mbak
Hi mba widya, salam kenal mba. Keinginan ku tahun ini bisa healing diri sambil menulis di Bali dan West Sumatera mba. Eh malah ketemu tulisan mba. Jd semakin semangat u healing diri di sana.
Salam kenal juga mbak Dewi. Terima kasih sudah brkunjung di widyantiyuliandari.com. Iya, kudu terus semangat nih untuk healing diri.