Sering ikut lomba blog namun tak kunjung menang, sebagian blogger merasa bingung menebak-nebak “selera juri”. Iya, saya kasih tanda supaya makin jelas dan bahwa ini masih menjadi perdebatan.
Ada yang mengalami hal sama dengan gambaran di atas? Wajar terjadi, karena pekerjaan menebak, pasti penuh misteri. Maka dalam tulisan ini saya ingin berbagi sudut pandang berbeda. Berhentilah menebak selera juri, karena kalian akan kelelahan.
Daftar Isi
Standar-standar Umum Berlaku dalam Dunia Blogging
Alih-alih menebak selera juri, teman-teman bisa menggunakan standard umum. Ngeblog itu bukan barang gaib, dia cetho terwelo-welo. Terang benderang, bisa dipelajari, ada prinsip-prinsip atau standar yang diamini secara umum. Iya apa iya? Ya walau sekian persen ada area-area yang masih sering menjadi perdebatan. Tapi, secara umum, sangat banyak poin yang bisa disepakati bersama tentang sebuah blogpost yang baik.
Nah, kalau diberi clue, bahwa blogpost yang bisa menang adalah blogpost yang baik, tentu ini masih agak samar-samar. Seperti apa sih? Tapi sebenarnya jika teman-teman telah memegang prinsip dasar ngeblog yang baik, pasti sudah tahu kok apa saja poinnya.
Dari yang paling umum saja, misalnya: topik yang diangkat menarik, judul menarik sehingga orang pengin membaca, tulisan runtut enak dibaca dan minim kesalahan, pendukung blogpost seperti visual yang bagus dan memanjakan mata juga penting dimiliki.
Nah, kalau dalam kelas-kelas yang saya ampu, tulisan yang baik dan menarik ini masih memiliki beberapa kriteria lagi misalnya, selain judul yang menarik, tulisan tersebut juga perlu memiliki hook yang betul-betul bikin terpana. Namanya juga kait ya. Wajib bikin calon pembaca kecantol! Paragraf-antar paragraf harus memiliki kepaduan, mengalir dengan lancar tanpa terasa terpatah-patah. Kehadiran call to action yang manis juga menjadi bagian penting dalam sebuah tulisan yang disebut baik. Yang lain? Masih ada beberapa kriteria lain yang tak kalah penting.
Jadi teman-teman, ketika saya sebagai juri, menilai blogpost para peserta kompetisi, pada dasarnya tidak akan menyimpang dari poin-poin tersebut.
Lalu, Apakah “Selera Juri” itu Mitos atau Fakta?
Saya pribadi tidak sependapat dengan istilah di atas. Kalau kita bicara selera, itu susah dipahami. Seperti ketika teman-teman menanyakan, “Mbak Wid suka makan apa?” lalu saya jawab, saya suka makan karedok. Lalu ditanya lagi, “berarti mbak wid suka makanan sunda ya?” saya jawab lagi, “enggak juga” hayo, bingung kan. Itulah mengapa saya katakan bahwa akan sangat sulit memenangkan lomba blog, jika modalmu adalah “menebak-nebak selera juri”
Saya senantiasa berpedoman kepada standar umum blogpost yang baik, setiap kali menilai lomba. Itu semacam standar umum minimalnya. Lalu kemudian baru saya melihat kriteria yang lebih khusus yang diinginkan klien atau saya sesuaikan dengan produk serta value yang berada di balik brand tersebut.
Menilai lomba blog berdasarkan selera, menurut saya juga mencederai rasa keadilan. Selain itu juga dapat menjadi penyebab satu langkah mundur dalam dunia blogging.
Memilih Juri Tak Qualified = Menggadaikan Nama Baik Brand
Saya pribadi amat yakin bahwa, disadari atau tidak, siapa pemenang lomba blog, seperti apa blogpostnya, akan menjadi salah satu representasi brand. Maka dari itu, bagi saya melakukan penilaian lomba blog adalah sebuah kepercayaan besar dan saya tak pernah mau main-main. Ketika klien mempercayakan penilaian sebuah kompetisi kepada saya, saya akan berusaha mencari blogpost yang pantas untuk menjadi representasi mereka.
Saya pernah kecewa ketika pada sebuah lomba blog di mana saya pesertanya, penyelenggara yang kebetulan saya kenal baik mengatakan, “mbak wid gak bisa menang juara utama karena bagi-bagi kesempatan menang lah buat yang lain”.
Bagi saya, bukan seperti ini cara sebuah lomba blog yang diselenggarakan profesional seharusnya mencari pemenangnya. Walau tak dimungkiri, brand pasti senang jika representasi mereka bisa lebih banyak atau berganti-ganti orang, namun bagi saya, syarat minimal sebuah blogpots berkualitas setidaknya harus dipenuhi dahulu. Karena hal di atas itulah, saya tak pernah bermain-main ketika menjuri. Ada acuan yang saya gunakan.
Sementara dari sisi brand, adalah sebuah kebutuhan untuk memastikan lomba blog yang diselenggarakannya dinilai oleh juri yang berkualitas. Juri yang qualified akan memilihkan pemenang yang juga berkualitas sehingga mampu menjadi representasi brand yang membanggakan dan membawa hawa positif.
Pemenang lomba blog akan menjadi semacam “corong” bagi brand. Karenanya perlu dipikirkan efek jangka panjangnya. Seserius itu? Menurut saya, ya. Saya berbicara berdasarkan data. Di blog saya ini ada banyak postingan lomba yang sempat memenangi berbagai kompetisi oleh sebuah brand. Nah, brand tersebut rutin menggelar lomba. Setiap kali brand tersebut membuka kompetisi baru, maka tulisan-tulisan lama saya yang pernah menang pasti panen traffic. artinya, walau telah berlalu sekian lama, ternyata blogpost saya tetap menjadi representasi brand tersebut. Bayangkan andai ternyata mereka salah pilih, betapa ruginya?
Sedikit Bocoran dari Balik Ruang Juri Indihome Blog Competition 2022
Kita tak bisa menyenangkan semua orang, demikian pula dalam sebuah lomba blog. Tapi, bagi saya, mengerjakan bagian saya sebagai juri dengan penuh kehati-hatian, adalah area yang bisa saya perjuangkan untuk mempertanggungjawabkan role sebagai juri.
Salah satu contoh nyata yang ingin saya ceritakan adalah pada lomba blog beberapa waktu lalu, Indhome Blog Competition. Ketika saya diminta menjuri, saya sudah dibekali kriteria penilaian. Ini nyaman sekali untuk saya bekerja. Indihome kriterianya banyak, saya bocorkan sedikittt saja ya. Jangan banyak-banyak. Haha.
Sebagai Internetnya Indonesia Menyatukan Indonesia, dalam lomba kali ini Indihome membuat banyak katagori lomba. Harapannya, para blogger dapat menceritakan bagaimana internet masuk ke dalam kehidupan mereka dan memainkan peran penting dalam berbagai bidang yang mereka tekuni atau mereka ceritakan.
Molly, pemenang utama menceritakan bagaimana internet masuk dan memainkan peran penting dalam kehidupan kawan-kawan disabilitas, Danan kreatif sekali menceritakan bagaimana internetnya Indonesia memainkan peran sangat penting di lokasi yang sulit, Dedy Huang menceritakan bagaimana seorang OB dengan bantuan internet mampu membangun bisnis bonsai dan masih banyak lagi. Semakin unik, semakin inspiratif penggunaan internet yang dibahas oleh para narablog peserta lomba, tentu makin tinggi nilai yang bisa diberikan.
Tahapan penilaian dalam Kompetisi berhadiah ratusan juta ini pun tak main-main. Pada tahap pertama, para admin bekerja untuk menyeleksi tulisan berdasar syarat dan ketentuan dan memilih sekian banyak kandidat per katagorinya. Nah, kandidat inilah yang kemudian dinilai oleh juri. Saya melakukan penilaian sekitar 1-2 pekan hingga mendapatkan kandidat pemenang per katagori.
Sesudah itu kami melakukan meeting dewan Juri. Berjam-jam dan dilakukan selama 2 hari dewan juri duduk bersama untuk menentukan pemenang. Luar biasa serunya diskusi di sini. Mengapa?
Karena meski kami telah dibekali kriteria penilaian yang jelas dan terang benderang, tentu masih menyisakan perbedaan bagaimana kami mempersepsikan. Latar belakang, pengalaman kami yang berbeda-beda menyebabkan diskusi selama 2 hari itu terasa sangat seru sekaligus berisi, di mana saya juga merasa dapat turut banyak belajar dari argument-argumen teman-teman juri lainnya.
Objektivitas Juri, Mungkinkah?
Ini juga kerap dipertanyakan, kalau buat saya pribadi, tidak sulit mencapai objektivitas walau setiap menilai lomba saya biasanya kenal sekitar 70 persen pesertanya. Kalau ada yang mengira, jadi teman dekat saya atau murid di kelas saya bisa mempengaruhi ketika saya menilai, itu bakalan SALAH. Yang ada saya biasanya justru bakalan ngomel-ngomel sendiri manakala menemukan tulisan blogger yang pernah duduk di kelas saya lalu menulis di lomba tersebut tidak dengan sungguh-sungguh atau melakukan kesalahan yang sebenarnya sudah diwanti-wanti untuk tidak dilakukan, saat di kelas saya.
Sedikit lagi bocoran bagaimana dalam Indihome Blog Competition 2022 saya menghindari subjektivitas juri ketika menilai? Salah satunya adalah ketika saya menolak untuk memberi komentar untuk kedua kalinya atas karya seorang kandidat pemenang. Mengapa? Kandidat tersebut langganan duduk di kelas saya, sebab kedua, kandidat tersebut juga mengerjakan project yang sama dengan saya, dan project itu pula yang ditulisnya sebagai artikel lomba. Jadi saya merasa cukup satu kali saya membeberkan plus minus karya dia serta keterkaitannya dengan berbagai kriteria penilaian. Sudah cukup. Ketika akan membuat keputusan akhir untuk penentuan pemenang dan saya kembali ditanya apa pendapat saya, saya memilih tidak bersuara. Saya berusaha menjaga agar tidak jatuh kepada subjektivitas.
Juri Lebih Baik Sembunyi atau Tampil?
Dalam beberapa pekerjaan menjuri, klien kadang menanyakan apakah saya bersedia dibuka ke publik sebagai juri? Saya selalu terbuka untuk ini. Why not? Justru bagi saya ini adalah upaya kontrol agar setiap pekerjaan menjuri saya selalu bekerja dengan standar yang dapat dipertanggungjawabkan.
Selain itu, saya lebih suka memberikan benefit optimal kepada klien yakni brand yang lombanya sedang saya juri. Biasanya salah satunya saya lakukan dengan turut berperan dalam menyebarkan informasi tentang lomba tersebut.
Mengapa ternyata sebagian penyelenggara lebih suka menyembunyikan juri? Atau bahkan juri sendiri yang meminta identitasnya disembunyikan saja. Salah satu sebabnya adalah untuk menjaga privasi serta kenyamanan. Karena terkadang ada saja ulah peserta yang kurang puas lantas mengontak juri lewat DM, bahkan ada beberapa kejadian terror terhadap juri. Bagi saya, itu bukan hal untuk ditakuti. Selama pekerjaan saya bisa dipertanggungjawabkan, yang namanya blogger DM (istilah yang sempat ngetren untuk menyebut jenis blogger yang suka men-DM juri ketika tidak menang) cukup disenyumin saja.
Jadi gimana, masih mau berjuang menebak-nebak selera juri?
Disclaimer:
Tulisan ini merupakan pendapat pribadi Widyanti Yuliandari, bukan merupakan pendapat kolektif juri
Baca tulisan lainnya :
Momblogger, penulis buku, dosen, trainer dan pembicara publik. Tema-tema green, health, pola makan sehat, travelling, teknologi dan pendidikan adalah topik yang diminatinya.
Pelatihan yang sudah dan sedang dilakukan adalah teknik penulisan artikel untuk blog, artikel untuk media massa, penulisan buku dan untuk review produk. Pelatihan lain yang juga diadakan adalah cara melangsing. Semua jenis pelatihan tersebut dikolaborasikan dengan buku.
Informasi lengkap profil bisa dilihat di facebook , instagram saya atau https://www.widyantiyuliandari.com/about-me
Lebih baik menulis sebaik mungkin, sesuai rule yang diminta penyelenggara lomba. Karena usaha tidak menghianati hasil. Daripada menebak-nebak selera juri.
Lomba blog kan lomba nulis bukan lomba nebak juri. He…he…
Kalimat padu dan tidak patah-patah itu agak sulit mengaplikasikannya, Mbak. Mungkin ada pengaruh karakter keseharian saya yang agak kaku, jadi nempel di tulisan. Saya perlu banyak latihan lagi, terus dan terus.
Pas sekali ini artikel yang saya cari, Mbak. Saya mau bertanya juga. Misalnya blognya bagus, artikelnya bagus. Tapi masih pemula jadi DA nya rendah. Apakah blog dengan DA rendah, bisa jadi juara juga, Mbak?
Rata-rata Lomba Blog, tidak menilai DA kok Mbak. Ini kalau berdasar lomba-lomba yang saya juri, maupun yang saya ikuti ya. Kecuali jika lombanya adalah lomba SEO, atau semi SEO mungkin DA mungkin akan ngefek, bukan secara langsung tapi ya. Juri juga gak akan mencari tahu, si blogger pemula atau bukan. Kadaang memang ada persyaratan minimal usia blog atau minimal jumlah post yg sudah terbit di blog tsb. Selagi itu dipenuhi, tidak ada masalah. Saya menang lomba blog pertama, ketika saya masih pemula, dan itu juga adalah lomba pertama yg saya ikuti. Berarti pemula juga sama punya peluangnya ya.
Menjadi peserta dengan membuat satu tulisan aku sudah pusing dan maag kambuh.Nah kebayang dong Mbak Wid jadi juri menilai ratusan artikel (yang kalo gak salah kemarin min 1500 kata ya) pasti menguras stamina mental dan fisik.Kebetulan Moly dan Deddy sama-sama bloger asal Palembang,keduanya emang terkenal allout kalau bekerja.Riset sana sini,pokoknya mereka pantes juara.Dan satu lagi mereka gak sombong,dan mau berbagi ilmu.
Mbak wid makasih banyak artikelnya. Saya pribadi banyak belajar kesalahan artikel yang telah saya buat sebelumnya jadi banyak ohhhhhh gini tohhh harusnya setelah membaca tulisan ini.
Ah, makasih sudah menulis ini mbak Wid
Bisa jadi penyemangat untuk lebih baik lagi saat menulis
Wah ada ya yg DM Juri kalau kalah, Sy kalau kalah ya woles saja.
Terima dan instrospeksi diri, g sampai kepo dan DM juri
Hehe
Blogger DM sempat ngetrend di kalangan juri dan peserta lomba, beberapa tahun lalu. Ternyata sampai skrg tetep ada. Walau aku gak pernah dapat yang sampai maki-maki atau berkata kasar. Palingan yg mengungkapkan kekecewaan dan merasa belum beruntung, gitu aja. Banyak juga yang nadanya seakan2 menjadi blogger paling apes sedunia, makanya aku menulis ini. menang lomba bukan sekadar rejeki2an kok. wkwkwk
Senang sekali membaca refleksi dari seorang juri begini, Terlebih lagi, saya pun jadi salah satu peserta di sana. Setelah membaca tulisan para pemenang, duh memang berasa sih, saya masih biasa-biasa saja saat menggarap tulisan yang diikutkan dalam lomba blog tersebut. Hahahah.
Oh ya mbak, saya jadi teringat pula komentar salah satu blogger yang pernah membuat refleksi menjadi juri juga. Jadi menurutnya, jangan sampai pula seorang juri membuat pernyataan “semua tulisan bagus, saya sampai bingung menentukan pemenangnya”, karena hal tersebut berpengaruh pada kepercayaan peserta-apakah juri itu layak menilai atau tidak.
Nah, aku setuju juga itu Mbak. Kesannya Juri kok bingungan? Jadi dipertanyakan ya kapasitasny, dan kelihatan tidak memahami kriteria. Mungkin maksudnya bagus, mau memberi motivasi kepada yg belum menang. namun sebenarnya kurang membangun.
Terima kasih sudah berbagi Mbak Wid. Mudah-mudahan bisa menulis dengan lebih baik, biar pede ikutan lomba blog. Sekarang yang penting bisa konsisten nulis dulu
Ga heran sih kalo Mba Wid muncul di Inaugurasi haha. Udah nyimak banget tiap mba Wid kasih materi soal tips menang lomba. Terima kasih ya mba tulisannya
Hai, Mbak. Sekarang agak jarang nemu tulisanmu di deretan peserta lomba yang kerap aku juri. Hei, ke mana aja? Ayo ngelomba lagi.
Awalnya kena mental juga saat saingan lomba orang-orang yang langganan menang. Tapi jadi bersemangat lagi baca motivasi dari Buketu. Masya Allah