Diabetes diyakini tidak bisa disembuhkan, melainkan hanya dikontrol melalu sejumlah pola pengaturan makan, obat-obatan dan pola hidup keseluruhan. Benarkah demikian? Bukan ranah saya untuk menjawab dan saya tak punya pengalaman dengan ini. Beberapa kawan bertanya, bagaimana mengatur makanan untuk diabetes? Nah, kalau ini saya punya pengalaman karena ibu saya juga mengalaminya. Alhamdulillah relatif dapat bisa dikontrol hingga di usia ini 65 tahun, beliau masih cukup bugar.
Saya akan ceritakan beberapa poin yang saya terapkan pada beliau. Oh, ya. Dalam batas tertentu ibu bisa dibilang mengadopsi pola makan food combining. Tidak sangat full, tapi setidaknya beliau sarapan buah 2-3 batch dan mengurangi protein hewani, serta banyak konsumsi sayuran. Beliau juga rajin minum segelas teh rempah buatan sendiri. Setiap hari variatif bahannya. Terkadang daun salam, serai, ketumbar, jahe, dan kayu manis.
Teman-teman bisa membaca:
Pengalaman Merawat Pasien Diabetes
Kolesterol Tinggi dan Cara Mengatasinya dengan VCO dan Pola Makan
Daftar Isi
Tidak Terasa Manis, Belum tentu Aman, Lo!
Masih banyak, orang yang beranggapan, asal bukan makanan berasa manis atau bukan nasi putih, maka aman kok dikonsumsi. Apalagi kadang ada embel-embel makanan “sehat” atau “makanan khusus diabet”. Rasa “aman” itu kemudian menjadikan kurangnya kontrol. Ini pernah terjadi pada ibunda saya.
Beliau pada suatu masa saya jumpai amat sering mengemil kukus-kukusan. Entah itu pisang kukus, atau ubi-ubian yang dikukus. Karena tinggal sendirian, tak ada yang dapat mengontrol. Ketika ternyata beliau kembali naik gula darahnya dan muncul banyak keluhan, baru saya tahu bahwa amat bisa jadi, penyebabnya adalah cemilan tadi. Cemilan yang sering diklaim aman atau sehat, bahkan ramah diabetes, tetap seyogianya terkontrol mengkonsumsinya.
Saat Ibu harus opname di RS dan asupan makanan dkontrol betul oleh ahli gizi, maka ternyata, walau kerap disangka aman, camilan kukus tadi hanya diberikan dalam jumlah amat kecil. Misalnya pisang kukus, jika kecil ukurannya hanya diberikan 2 saja dalam sehari. Ubi-ubian kukus juga diberikan hanya 1-2 potong kecil. Lah, ibu kalau ngemil bisa sepiring sendiri. Bagaimana tak kambuh?
Gula, Jangan Asal Rendah Kalori
Penderita diabetes dan keluarganya, amat umum merasa aman mengkonsumsi minuman berasa jika pemanisnya adalah pemanis khusus untuk diabetes. Atau, pemanis dengan label zero calorie atau low calorie. Nyatanya?
Saya belum pernah menjumpai kasus diabetes yang membaik dengan signifikan yang tetap melakukan kebiasaan ini. Di sekitar saya amat banyak peminum kopi/teh yang diabetes dan tetap mengkonsumsi kesukaannya tersebut, mereka hanya mengganti pemanisnya. Makin sehat dan pulih? ENGGAK tuh.
Ibunda saya bekali stevia, sesekali. Itu dengan pesan, bahwa boleh digunakan jika beliau benar-benar kepingin minum teh manis seperti dulu-dulu.
Bagaimana dengan Pengganti Gula yang Diyakini Lebih Sehat?
Sering kan, membaca tulisan bahwa daripada pakai gula putih, ganti saja dengan madu atau gula aren. Benarkah demikian? Bagi individu sehat yang sama sekali tidak ada keluhan, mungkin masih oke (tetap dalam batas tertentu) tapi bagaimana kalau diabetes?
Madu dan gula aren tetap saja gula. Hanya saja, ada yang menyebut sebagai gula yang lebih sehat lantaran masih ada kandungan nutrisinya, tidak kosong seperti gula putih. Penggunaan madu atau gula aren tetap harus terkontrol, lo. Meski sudah mengganti gula pasir dengan madu/gula aren, tapi jika memasak apa-apa dimanisin? Ya, akhirnya kumulasinya sama saja. Ini menurut pengamatan saya terhadap Ibunda, ya. Ibunda kalau masak pepes, ya agak manis. Masak oseng-oseng, manis. Masak sayur bening-bening ya tetap ada manis-manisnya gitu.
Ada masa saat saya merasa, kok progresnya lambat ya? Sebagai anak yang berbakti (cie….ciee…) saya tak berhenti mencari. Di bagian mana kami masih salah merawat. Ternyata ini disebabkan kesukaan Ibunda akan masakan manis. Memang sudah tak minum minuman berasa, sudah tak makan kue-kue. Tapi, Ibu kalau memasak kaya orang Jogja. Hampir semua masakan beliau bercitarasa manis. Artinya? Ya tubuh beliau ujung-ujungnya tetap kemasukan banyak gula.
Madu sering disebut-sebut dalam pengobatan Ala Rasulullah atau pengobatan timur lainnya. Bahkan amat banyak orang kemudian menjadi fanatik dan menganggap madu adalah obat segala penyakit. Berdasar pengalaman, saya tetap merasa perlu mengingatkan, berhati-hati dengan setidaknya 3 hal tentang madu. Pertama keasliannya, apakah madu yang mau dibeli jelas dapat dijamin asli? Jika tidak dan kemungkinan mengandung campuran gula, ya lebih baik jangan dibeli dan dikonsumsi. Apalagi untuk pasien diabetes. Lalu bagaimana madu tersebut diproses, itu hal kedua yang patut menjadi perhatian. Saya prefer madu yang statusnya raw. Madu mentah yang enzim-enzimnya masih utuh.
Yang ketiga adalah soal takaran, seberapa banyak? Mentang-mentang disebut sehat, lalu mengkonsumsi banyak-banyak tanpa takaran, jangan ya. Please pikirkan dulu. Beberapa sumber menyebut batasan yang agak berbeda tentang porsi minum madu. Sebagian menyebut 6 sendok makan, sebagian lagi 3 sendok makan, bahkan ada yang menyebut 3 sendok teh saja. Itu untuk orang sehat tanpa keluhan. Untuk diabetes, tentu seyogianya diambil di bawah batasan orang sehat.
Jangan Hanya Fokus Pada Pantangan
Selama 10 tahun terakhir saya berkarir juga sebagai Independent Product Consultant sebuah produk herbal dari Amerika. Pekerjaan ini membuat saya berkontak dengan amat banyak konsumen yang sedang sakit, atau keluarganya.
Kebiasaan masyarakat ketika sakit, adalah bertanya, “pantangannya apa?” Memang sih, perlu untuk mengetahui makanan/minuman apa yang akan berefek merugikan terhadap program penyembuhannya. Tapi, jangan lupa: Sakit dipengaruhi bukan saja oleh apa yang kita makan, tetapi juga apa yang tidak kita makan yang sebenarnya sangat dibutuhkan tubuh.
Artinya, sebenarnya dibutuhkan pemahaman holistik tentang pola makan yang baik. Bukan sekadar fokus pada pantangan. Tetapi juga mengenali apa saja makanan yang perlu dipilih untuk menjadi sembuh dan sehat.
Sakit seringkali juga bukan hanya terjadi akibat over memakan suatu unsur makanan. Akan tetapi juga dapat terjadi ketika tubuh kurang beberapa unsur lainnya. Seringnya sih, unsur-unsur mikro, sehingga saat kekurangan kadang kita tak segera merasa.
Pengalaman saya bersama ibunda, soal makan berfokus saja pada makanan segar. Sebenarnya rumus ini bukan hanya makanan untuk diabetes. Siapa saja yang ingin sembuh dan sehat, ya ini rumus umumnya. Pilih makanan yang mentah (untuk buah dan sayuran tertentu), untuk unsur makanan seperti karbohidrat dan protein pilih yang memungkinkan dimasak dengan proses tak berlebihan. Simpel kan?
Makan dengan Gembira
Last but not least. Orang seringkali merasa tersiksa ketika sakit. Merasa dihukum dan merasa menjadi orang paling menderita di dunia. Apalagi, saat sakitnya berlarut-larut, secara psikologis juga menjadi lebih rentan. Mbak Wid sok tahu, ah! Ehhh…kandani kok! Wkwkwk. Enggak ya, bukan sok tahu, tapi sudah pernah juga merasakan sakit berlarut-larut dalam waktu lama. Juga beberapa kali merawat dan mendampingi orang sakit dengan sangat intens.
Saya melihat konsumen saya, yang bisa mengalami progress menggembirakan adalah yang mau dan mampu menjalani pola makan yang saya sarankan dengan rasa gembira dan penuh kesadaran. Dalam pikiran mereka, bersyukur masih diberikan kesempatan kedua. Mereka rata-rata mengakui, sakitnya adalah akibat pola makan (dan pola hidup) amburadul di masa lalu. Maka, kini saat diberikan kesempatan kedua, mereka ingin menebus kesalahan dengan menjalani pola makan sehat dengan riang gembira dan penuh rasa syukur.
Nah, itu saja yang bisa saya sharing tentang makanan diabetes ya, teman-teman. Pola makan itu penting untuk kesembuhan. Tapi juga, jangan melupakan pola hidup secara keseluruhan. Semoga ini dapat diterapkan pada keluarga yang diuji dengan diabetes. Sehat-sehat semuanya, ya teman-teman. Salam.
Baca tulisan lainnya :
Momblogger, penulis buku, dosen, trainer dan pembicara publik. Tema-tema green, health, pola makan sehat, travelling, teknologi dan pendidikan adalah topik yang diminatinya.
Pelatihan yang sudah dan sedang dilakukan adalah teknik penulisan artikel untuk blog, artikel untuk media massa, penulisan buku dan untuk review produk. Pelatihan lain yang juga diadakan adalah cara melangsing. Semua jenis pelatihan tersebut dikolaborasikan dengan buku.
Informasi lengkap profil bisa dilihat di facebook , instagram saya atau https://www.widyantiyuliandari.com/about-me
Artikel yang bermanfaat banget, Mbak Wid. Kebetulan mertuaku diabetes. Kami merasa kesulitan mengontrol makanannya karena dia menolak menghentikan kebiasaan mengonsumsi makanan mengandung gula. Mau dikerasi orangtua, mau dibiarin ntar diabetesnya makin parah. Semoga setelah baca tulisan Mbak Wid dia bisa lebih diarahkan.
Makasih mba untuk ilmunya. Salut aku mba dengan kekonsistenan Mba dengan Food Combining ini dan menu makanan sehat. Baca ini jadi ngerasa ditampar-tampar aku yang ngerasa masih suka makan macem-macem hiks. Ngomong-ngomong soal diabetes tadi, ada yang paling aku suka dari penjelasan Mba Wid yaitu makanlah dengan gembira. Ya Allah iya ya. Buat orang yang mengalami diabetes pasti makan makanan hambar itu dan pantangannya itu seperti siksaan dan hukuman ya. Padahal sebenernya bisa jdi itu kesempatan ke 2 kita. Jadi kita harus makan dengan rasa bahagia
PE to the ER buatku
masih makan sembarangan mentang mentang sehat! pada hal saat sakit yang ujug2 datang aja jadi kan padahal.. dampak makan tak sehat dengan tinggi karbohidrat jelas BIG NO!
Saya pernah ngobrol dengan seorang bapak di acara tentang diabetes yang ternyata sudah berusia kepala 7. Terlihat gagah dan sehat. Padahal beliau kena diabetes. Dari ceritanya, beliau memang disiplin banget dengan konsumsi makanan.
Kebalikannya dengan papah mertua. Susah sekali mengatur pola makan. Ini saya bukan bermaksud menjelekkan almarhum. Tetapi, jadi pelajaran juag buat kami kalau kontrol pola makan terutama untuk yang diabetes itu sangat penting
Ternyata walau katanya “baik” untuk penderita diabetes, tetap saja harus memperhatikan porsinya ya. Jangan mentang-mentang baik, lantas makannya sepiring penuh.
Saya sedih dibagian cuma boleh makan pisang/umbi-umbian kukus 1-2 potong saja, dan itupun ukuran potongannya kecil. Nggak ‘cucuk’ sama tenaga dan gas yang digunakan buat ngukus hehehe….
Harus kontrol pola makan sedari dini kayaknya ya Mba.
Mumpung masih sehat, kudu biasakan memilah dan memilih yg terbaik utk tubuh kitaaa
Jujur, saya juga berat membayangkan banyaknya pantangan makanan bagi penderita diabetes… Padahal harusnya cara pandangnya diubah ya… Justru harus makan dengan gembira dan penuh rasa syukur…
Makasih remindernya. Eyang Kakung dulu diabet, tapi cukup jaga pola makan dan tiap pagi jalan 2 km. Mamaku juga dulu diabet. Jadi yaa aku hrs hati² jaga pola makan. Trims artikelnya…
Nah, kejadian nih dengan almarhum bapak dan sekarang mbakyu sulungku yang kena diabetes. Pola makannya memang kurang terkontrol, padahal mereka berdua atlit yang pola aktivitas fisiknya jelas luar biasa. PR banget sekarang nih untuk menjaga kondisi mbakyuku yang diabetnya udah lumayan parah.
Makanan untuk pengidap diabetes ini emang harus diperhatikan dengan sebaik – baiknya yah biar makin sehat.
Kalau diabetes jadi teringat waktu mamahku sedang melawannya, saking takutnya dia maka dia hindari semua yang manis-manis. Ternyata menghindari yang manis juga gak baik, karena gula darahnya malahan drop. Jadilah waktu itu disuruh minum teh manis atau teh kemasan yang terkenal agar cepat naiknya.
Mertuaku serta adik kakak iparku diabetes mba. Dan aku pun ada riwayat diabetes. Akhirnya aku dan suami memutuskan untuk lebih jaga pola hidup
Iyaya…kak, diabetes ini silent killer.
Aku kalo uda ada sinyal sering ngantuk dan lemes, pasti karena kebanyakan makan gula deeh…
Sama suami juga sering ditegur karena ga jaga asupan makanan.
Semoga sehat selalu yaa, kak..
Noted banget nih pada bagian makan dengan gembira. Ayahju penderita diabetes. Jujur susah sekali mengatur makan beliau. Rasanya nggak tega banget kalau beliau berucap “makan ini nggak boleh, itu nggak boleh.”. Kuatir juga kalau kurang gizi. Baca artikel ini aku jadi semakin paham cara mengatur pola makan beliau. Makasih banyak informasinya.
Entah mengapa semakin tua aku semakin males makan manis, eh tapi aku masih suak makan karbo kek nasi mbak huhuhu.
Emang kudu bener2 dikurangin ya apalagi kalau dah ngrasa badan udah gak enak banget. Kalau bisa malah yang obesitas konsul ke dokter gizi, supaya bisa diatur pola makannya, andai emang udah gak bisa namah diri dr makanan enak hehe
Jadi ingat Mama…..huhuhu
Ku abis mcu biar diabetes misalnya ke aku bisa dihindari :”)
Emang bener jaga pola makan dan perhatian dengan makanan yang dikonsumsi wajib buat yang diabetes
Kalau saya, makan dengan lahap dan bahagia karena ada bayi yang menyusu ke saya. Sehingga kalau ga makan rasanya mau pingsan.
Dan soal food combining, masih berusaha untuk menguatkan niat mencoba
Mba Wid, kalo masalahku tuh guldar rendah. Pengennya normal, aku makan nasi dikit sih. Sekitar 4 sdm, kata dokter yang merawat aku, harusnya 7 sdm. Sayuran apa ya yang bisa menaikkan guldar
keluargaku punya riwayat diabetes
dan memang kudu hati-hati nih memilih makanan
betul mbak pilih madu juga jangan sembarangan karena banyak kejadian madunya dioplas
bukannya sehat malah bikin sakit karena kebanyakan gula
mertuaku mengidap diabetes. Selama ini ya fokus ke pantangan sampai lupa rumus makan makanan yang segar. Betul juga ya, ini bisa berlaku ke semua orang. Lebih baik pilih bahan makanan yang diproses tidak berlebihan supaya nutrisinya juga masih banyak.
bermanfaat sekali nih postingannya mbak, kebetulan mama saya kena diabetes dan saya pun harus menjaga pola makan suami untuk jaga-jaga siapa tahu bisa nurun kan ya?
Terima kasih artikelnya mbak, langsung kuforward ke mamaku yang kena diabet, Alhamdulillah pola makannya udah sesuai, semoga sehat selalu ya
wahh diabetes ini salah satu hantu yang menakutkan.. secara genetis aku punya potensi.. hehe Jadi emang penting banget ya pilih2 makanan..
ulasannya sangat bermanfaat ini mbak, makanya dulu pasa ada orang pesan kue buat orang yg menderita diabet saya gak berani ambil, karena minim ilmu
Iya, Mbak. Khawatir emang ya. Kalau ibuku, karena guldarnya masih terpantau baik, kadang kuizinkan makan kue biasanya. Tapi tetap menghindari gluten sama yang terlalu manis. itu palingan beliau dahar 1. Dan jarang bgt.
makasih infonya mba. saya juga rentan diabet karena ada riwayat dari orang tua, tapi masih bandel kalau soal makanan hehe,,,