Update:
Alhamdulillah, blogpost ini menang! Meski baru juara harapan, tetapi tetap sangat membanggakan. Lestarilah jamu Indonesia!
***
Dulu, saya termasuk anti jamu. Meski masa kecil saya akrab dengan jamu, tetapi sekadar minum wedang yang manis dan anget yang terbuat dari racikan gula merah, jahe, kayu manis, serai dan pandan. Racikan tersebut kalau di daerah saya biasa diminum sedikit saja pasca minum jamu pahit-pahitan, gunanya untuk memberi taste yang nyaman di lidah. Namun, saya tak pernah minum pahitnya, minum manisnya saja. Atau terkadang sesekali juga minum beras kencur.
Di usia belum lagi 30 tahun, saya menderita sakit lumayan parah. Batuk alergi berbulan-bulan. Alergi pun berkembang dan menjalar ke mana-mana. Tadinya hanya alergi debu dan dingin, menjadi alergi berbagai jenis obat. Saya berada dalam kondisi terburuk waktu itu. Aktifitas pun sering terhambat akibat sakit.
Berbagai jenis pengobatan saya tempuh. Beberapa dokter dari yang umum hingga spesialis saya datangi. Bahkan berbagai terapi tradisional juga saya tempuh, namun tak kunjung jua sembuh. Saya makin ringkih saja dari hari ke hari.
Maka saya menyerah, yang tadinya anti jamu, sekarang jamu apapun akan saya minum, yang penting saya sembuh. Lalu Kakak saya memperkenalkan pada bahan produk herbal berbahan utama mengkudu. Karena sudah tidak menemukan pilihan lain, maka saya iyakan saja. berbulan-bulan saya meminumnya, syukur alhamdulillah saya sembuh.
Produk yang saya minum ini dibuat di Amerika. Berbahan mengkudu asal kepulauan pasifik sana. Wow! Harganya? Sangat lumayan untuk ukuran kantong PNS seperti saya.
Padahal, mengkudu banyak di Indonesia. Di kebun-kebun di kampung terkadang tumbuh liar dan buah-buahnya berjatuhan, tak ada yang memanfaatkan. Tapi saya harus membelinya dari jauh. Adakah yang salah dengan per-jamu-an Indonesia?
Pengalaman sembuh dengan Jamu Mengkudu asal Amerika ini menjadi satu titik balik dalam hidup saya. Saya mulai tertarik dengan bahan-bahan berkhasiat obat yang ada di sekitar saya.
Daftar Isi
Mengapa Orang Enggan Minum Jamu?
Banyak alasan mengapa orang enggan atau tak terpikir untuk minum jamu. Sebagian beralasan, jamu minim dukungan risetnya. Sebagian lagi ogah minum jamu karena rasanya yang kurang ramah di lidah, atau juga karena kemasannya yang dinilai masih kurang praktis. Ada juga yang anti jamu karena kekhawatiran akan keamanannya untuk dikonsumsi, takut merusak ginjallah, dan lain sebagainya, atau khawatir karena adanya produk-produk jamu yang memasukkan bahan-bahan yang tidak semestinya.
Well, banyak ternyata alasan orang enggan minum jamu. Namun jangan lupa, lebih banyak lagi alasan untuk meminumnya.
Bahan mudah didapat – Indonesia kaya akan berbagai tanaman yang dapat diramu menjadi jamu dengan berbagai khasiat. Ini bisa menjadi salah satu alasan kuat mengapa kita berpihak pada jamu. Bahan lokal yang mudah didapat, secara alami memiliki kecenderungan untuk dapat cocok atau sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan masyarakat setempat.
Minim risiko dan efek samping – dengan catatan digunakan secara tepat, jejamuan memiliki risiko dan efek samping yang lebih minimal dibandingkan dengan obat-obatan kimia buatan. Poin ini juga tentu menjadi daya tarik jamu.
Pengobatan Menyeluruh – dibandingkan obat-obatan kimia buatan, obat-obatan herbal biasanya cenderung memiliki kemampuan untuk menyembuhkan langsung ke sumber sakit, bukan sekadar mengurangi gejala penyakit.
Berbagai Khasiat – berbeda dengan obat kimia buatan yang biasanya memiliki fungsi spesifik, bahan jamu biasanya memiliki multi-khasiat. Misalnya saja mengkudu, bisa mengobati dari gangguan ringan seperti sakit perut hingga masalah kesehatan serius semacam kanker, misalnya.
Jamu, Gaya Hidup Dan Inovasi
Belasan tahun lalu, segerombolan anak muda usia dua puluhan, nongkrong asyik dipelataran kampus rindang di bawah naungan pohon trembesi. bercanda, berdiskusi sembari melahap semangkun mie ayam ditemani segelas es beras kencur atau es kunir asam. Asyik sekali! Salah satu dari mereka adalah saya.Menikmati segelas es beras kencur di cuaca Surabaya yang terik memang sungguh nikmat. Meski sang penjual hanya bermodalkan gerobak, botol-botol berisi jamu tadi, plus gelas-gelas sederhana.
Namun zaman terus berubah. boleh jadi apa yang tadi saya sebut asyik, saat ini sudah menjadi hal yang out of date. Kini masyarakat sudah dapat menikmati jamudalam bentuk es krim jamu, puding jamu, bahkan yang lebih kekinian lagi gelato jamu. Ah, keren sekali!
Di semua bidang, inovasi memang menjadi kunci untuk bertahan dan terus berkembang. tak terkecuali juga jamu.suatu
Jamu Pendidikan Dan Wisata
Beberapa tahun lalu, saat mulai tertarik pada pola makan sehat dan kembali ke alam, saya sering terkaget-kaget jika melihat blog-blog para penggiat clean eating dari negeri sono. Pasanlnya? Mereka acap memposting berbagai minuman yang mereka namakan herbal tea, minuman dari berbagai bahan rempah herbal yang disiram dengan air panas. Eyalahh, wedang to! Dan masyarakat kita terutama Jawa, secara turun temurun sudah sangat mengenalnya.
Yah, semacam ginger tea mereka sebut, kita panggil wedang jahe. Wedang serai mereka sebut sebagai lemongrass tea. Heii itu jamu, bukan? Dan itu budaya kita. Sama sekali bukan hal baru. Tetapi hal tersebut tampil seolah-olah sebagai gaya hidup yang baru dan banyak ditiru oleh orang-orang kita seolah-olah itu produk luar. Wah…! Dalam pikiran saya, kalau kita tak segera sadar untuk mewariskan budaya jamu kepada anak cucu kita, maka suatu saat jangan kaget kalau anak cucu kita mengenal jamu dengan label asing dan harus membelinya dengan amat mahal, serta mempelajarinya dari orang asing pula.
Pendidikan adalah salah satu jalan untuk mewariskannya pada generasi setelah kita. Jika budaya cinta lingkungan dapat tumbuh subur dalam sekolah berlabel sekolah adhiwiyata yang merupakan program menLH dan Mendiknas, maka budaya jamupun-saya yakin-dapat mulai kita tumbuh suburkan dengan program serupa. Atau, tak usah membuat program baru, masukkan saja materi tersebut dalam program yang telah ada.
Program Toga misalnya, lakukan saja perbaikan di sana-sini. Misalnya begini, kalau selama ini Ibu-ibu PKK membuat taman TOGA seringkali sekadar taman saja, yang dibuat hanya untuk dinilai jika ada lomba, maka perlu kita benahi. Lakukan inovasi agar TOGA lebih membumi, bukan menjadi hal yang sekadar teori. Contohnya, jadikan aneka wedang rempah atau jamu sebagai minuman wajib yang harus ada dalam setiap acara-acara PKK misalnya. Atau jadikan jamu seperti beras kencur misalnya atau kunir asam sebagai pelengkap dalam pemberian makanan tambahan (PMT) di posyandu. Jadi taman TOGA nya tidak jadi pajangan saja.
Acara minum jamu juga bisa dijadikan program rutin sekolah mulai dari tingkat TK hingga SMA. Mengapa tidak? Anak-anak kita bisa belajar mengenal jamu dari yang enak di lidah lebih dahulu, seperti aneka wedang, kunir asam dan beras kencur.
Mengenalkan jamu melalui edukasi dan wisata juga bisa dikemas dalam bentuk Wisata Jamu, contohnya Kampung Jamu di pinggiran Kota Semarang. Oh ya, Pusat Studi Biofarmaka Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (PSB-LPPM IPB) juga memberikan wisata edukatif mengenai obat tradisional kepada masyarakat, lo. Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan kerjasama dan pengabdian pada masyarakat yang diselenggarakan Pusat Studi Biofarmaka yang dapat diikuti oleh siswa sekolah, mahasiswa, maupun masyarakat umum.
Menurut saya, edukasi dalam kemasan wisata ini bisa jadi pilihan yang asyik untuk mengenalkan dan memasyarakatkan jamu. Kemasan ini, selain bisa dilakukan oleh berbagai lembaga pemerintah, lembaga pendidikan,juga bisa dilakukan pihak masyarakat dan insan pelaku per-jamu-an, misalnya seperti yang dilakukan oleh Nyonya Meneer denganTaman Djamoe Indonesia di Semarang.
Jamu Dan Dukungan Pemerintah
Jamu itu butuh dukungan untuk terus eksis, bahkan kalau bisa go international! Jika tidak, seperti saya gambarkan di awal, jangan-jangan nanti anak cucu kita justru harus belajar dan mengenal jamu dari orang lain, dan mereka mengiranya sebagai produkluar, bukan kekayaan budaya nenek moyang sendiri.
Seringkali banyaknya yang mengeluhkan ulah Mbok-mbok jamu yang masih mengemas jamunya dalam botol plastik bekas minuman dalam kemasan. Padahal jenis plastik tersebut hanya diperuntukkan buat penggunaan sekali pakai, bukan untuk dipakai ulang. Nah, hal-hal begini kadang bikin ilfil terhadap jamu. Bagaimana cara mengatasi hal ini? Tentu perlu pembinaan secara intensif.
Pengawasan juga amat penting untuk menjaga citra positif jamu serta menjamin keamanan para konsumen jamu. Memang, pemerintah selama ini melalui BPOM sudah sering melakukan operasi untuk memastikan keamanan produkjmu yang ada di pasaran, namun nyatanya masih banyak produk jamu yang … yang masih beredar.
Jamu Dan Riset
Pernahkah Anda mendengar sebuah produk bernama Tahitian Noni? Produk ini adalah suplemen herbal berbahan dasar mengkudu yang telah menjadi jalan kesembuhan bagi saya seperti diceritakan di awal tulisan. Apa yang menarik dari produk ini sehingga bertahan begitu lama di pasaran bahkan pernah disebut-sebut sebagai salah satu perusahaan dengan tingkat perkembangan tercepat?
Salah satunya adalah dukungan riset yang tidak main-main. Salah seorang tokoh penting yang memiliki andil besar dalam pengembangan buah noni ini adalah Neil Solomon. Solomon juga menulis hasil risetnya nya dalam beberapa buku populer diantaranya The Noni Phenomenon dan Noni Juice-How Much,How Often, For What.
Bukan hanya berbagai senyawa serta manfaatnya yang terkandung dalam buah noni alias mengkudu yang diulas, namun juga bagaimana bahan tersebut diberikan. Nah, ini menjadi kunci penting menurut saya. Karena saya rasa kita lemah dalam hal ini. Kita tahu suatu bahan berkhasiat obat, namun kadang belum banyak yang tahu, bagaimana bahan tersebut diolah, seberapa besar dosisnya serta kontra-indikasi, jika ada.
Baca tulisan lainnya :
Momblogger, penulis buku, dosen, trainer dan pembicara publik. Tema-tema green, health, pola makan sehat, travelling, teknologi dan pendidikan adalah topik yang diminatinya.
Pelatihan yang sudah dan sedang dilakukan adalah teknik penulisan artikel untuk blog, artikel untuk media massa, penulisan buku dan untuk review produk. Pelatihan lain yang juga diadakan adalah cara melangsing. Semua jenis pelatihan tersebut dikolaborasikan dengan buku.
Informasi lengkap profil bisa dilihat di facebook , instagram saya atau https://www.widyantiyuliandari.com/about-me
Klo aku ragu dgn jamu yg dijual didepot2 jamu. Soalnya agak mengerikan gak ada keterangan komposisi. Kalau jamu kemasan dr produsen jamu yg terkenal sih masih suka minum. Kyk kunyit asem atau beras kencur.
sekarang sudah lebih fit ya mbak karena fc dan juga mengkonsumsi herbal? Alhamdulillah. manfaat tanaman obat dan jamu sudah terekam jelas di catatan buku2 belanda mbak, makanya sayang sekali kalau tidak lestari ya, in syaa Allah jamu kita akan tetap lestari kalau kita2 ini ikut melestarikannya
Saya termasuk yang enggan minum jamu karena memang tidak begitu suka.
Khasiatnya juga belum perah merasakan.
Terima kasih infonya Jeng
Salam hangat dari Surabaya
Syelamaaat mak…menang kontes jamunya….Yipiiiii
Ha…ha…. itu aja gak nyadar Mbak. Baru ngeh pas dicolekin teman. Wkwkw. Aselik udah minder banget sama yg lain yg keren-keren abis. Makasih Mbak 🙂
postingan bagus, btw jamu itu udah dikenal manca negara ya?