Orang Utan ……..
Ini adalah Pongo di sebuah bonbin di Banyuwangi. Anak-anak senang berkunjung ke kebun binatang. Namun, beberapa kunjungan terakhir mereka berkata, “lebih menyenangkan kalau mereka di tempat asalnya”. Lebih-lebih ketika anak-anak berkesempatan melihat beberapa jenis satwa di tempat aslinya saat kami ke Taman Nasional Baluran. Baca juga : Menikmati rimbunnya hutan mangrove di Situbondo.
Anak-anak telah beberapa kali melihat Pongo alias Orangutan, baik itu Pongo abelii yang biasa hidup di hutan Sumatera maupun Pongo pygmaeus, penghuni hutan-hutan Kalimantan. Foto di atas adalah orangutan yang kami lihat terakhir. Saat itu, entah karena ekspresinya, atau karena telah belajar tentang orangutan melalui buku ensiklopedi mereka, anak-anak tampaknya iba pada si Pongo.
Ya, pongo ini mungkin tak beruntung, dirampas dari tempat asalnya, dan dikurung. Kesepian, jauh dari hutan, rumah dimana seharusnya mereka tinggal. Namun, mungkin pongo ini masih lebih beruntung daripada sekian banyak pongo lainnya, yang tubuhnya harus tercabik besi panas pemburu, atau yang harus lari ketakutan dari rumahnya yang terbakar.
Orangutan terusir dari rumah mereka sendiri, Salah satunya akibat perubahan fungsi lahan yang terjadi secara besar-besaran. Data dari Indonesian Palm Oil Advocacy Team tahun 2010, 10 juta hektar lahan yang merupakan rumah orangutan telah berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.
Orangutan, berada dalam status konservasi yang sangat terancam. Orangutan Kalimantan termasuk kategori spesies genting (endangered), sedangkan Orangutan Sumatera masuk kategori kritis (critically endangered). Diperkirakan populasi pongo saat ini di Indonesia hanya tersisa 60.000 individu yang tersebar di Kalimantan dan Sumatera. Untuk Orangutan Sumatera, diperkirakan populasi yang ada hanya tinggal sekitar 7.000- 11.000 individu. jumlah orangutan di Indonesia dan Malaysia turun 30-50 persen dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, sementara habitatnya menyusut 80 persen dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Jika dibiarkan, mungkin anak Raniah atau cucu saya nantinya hanya akan mengenal pongo lewat gambarnya saja.
Daftar Isi
Asap dan Sawit yang tidak lestari ….
Indonesia mulai terkepung asap sejak beberapa bulan terakhir. Peristiwa yang nyaris sama terulang setiap tahun di musim kemaru. Dari data BNPB, ada hampir 1500 titik api, sedangkan luasan lahan yang terbakar sudah mencapa 1,67 juta hektar. Dampaknya sangat luas, sekitar 40 juta jiwa masyarakat yang menjadi korban asap, dan korban jiwa 19 orang. Seluruh aspek kehidupan juga terpengaruh. Sekolah-sekolah terpaksa diliburkan, penerbanganpun seringkali mengalami gangguan.
Darimana asalnya asap itu? Sawit! Pembersihan lahan sawit konon jauh lebih mudah dan murah dengan praktek pembakaran. Baca juga : Belajar mencintai lingkungan dengan piknik.
Kekuatan Konsumen
Dalam beberapa blogpost saya sering menyebut-nyebut kekuatan konsumen. Siapa itu konsumen? Ya kita! Sekali konsumen kompak “membela” sesuatu, saya yakin akan signifikan hasilnya. Jika saja kita bisa kompak membeli produk-produk yang ramah lingkungan, dalam hal ini minyak sawit, saya yakin persoalan jauh lebih mudah diatasi.
Ada fenomena menarik yang saya amati di social media. Salah satunya ketika salah seorang dalam friendlist saya men-share ajakan yang intinya: Yuk kita boikot minyak sawit, ibu-ibu! Jarang yang mengiyakan ajakan tersebut. Ya, memang tidak mudah switch dari minyak sawit ke minyak jenis lainnya, dengan berbagai sebab. Okelah, yuk kita berhenti makan gorengan, Tapi kan, urusan minyak sawit bukan sekadar berhenti di seputaran masak-memasak. Sawit juga menjadi bahan baku banyak sekali produk yang biasa kita pakai sehari-hari.
Dan kita adalah konsumennya. Kita mandi dengan sabun dari sawit, gosok gigi juga dengan pasta gigi mengandung minyak sawit, bla…bla.. hingga bibir pun beroles lipstik mengandung sawit. Makan gorengan yang digoreng dengan minyak sawit, mengudap coklat mengandung sawit, aneka cake dan roti pun menggunakan margari dari minyak sawit. So? Kalau dipikir-pikir kita masih menjadi bagian dari masalah ya. Astaghfirullah… Baca juga : Tips menjadi traveller yang peduli lingkungan
Bukan hanya soal gorengan …..
Banyak sekali alasan, yang membuat minyak sawit sangat disukai penggunaannya dalam berbagai industri. Minyak sawit digunakan secara luas dalam industri: minyak goreng, margarin. biskuit, wafer, coklat, bahkan juga dalam pembuatan es krim. Wow! Minyak sawitpun digunakan dalam berbagai produk pembersih hingga kosmetik, mulai dari sabun, shampo, hingga lipstik.
Jadi, bagaimana? Say no pada minyak sawit?
Ada sejumlah sahabat melakukannya. Mereka makan makanan tanpa digoreng, melakukan No Poo, keramas tanpa shampo. Mereka juga gosok gigi tanpa pasta gigi. Sebagian yang wanita bahkan no make-up. Saya sangat appreciate untuk itu.
Saya tahu, itu tidak mudah. Saya jug amasih dalam tahap mencoba untuk itu. Tapi, ada banyak cara untuk menjadi bagian dari solusi. Tetap memakai minak sawit tanpa rasa bersalah. Seperti yang akan kita bahas sesudah ini.
Sustainable Palm Oil, Gaya Hidup Konsumen Bijak
Soal minyak sawit yang berkelanjutan sebenarnya sudah saya ketahui beberapa tahun lalu. Seperti apa sih yang disebut minyak sawit yang berkelanjutan? Untuk dapat membandingkan antara Sustainable Palm Oil
Nah kembali ke poin kekuatan konsumen di atas, betapa konsumen bisa menjadi bagian dari solusi. Caranya? Begini, biasanya kita memilih produk yang akan kita beli lalu kita pakai atau konsumsi, tentunya mempertimbangkan banyak faktor. Mulai dari kualitas, harga dan tak lupa soal selera.
Nah, mulai saat ini kita #BeliYangBaik, masukkan juga “sustainabilitas” sebagai salah satu faktor dalam memilih. Sederhananya begini:
- Cari tahu lebih banyak tentang produk yang akan dibeli, apa saja bahannya darimana bahan itu berasal.
- Hindari, produk yang berkontribusi pada kerusakan lingkungan. Dalam hal ini, yang lebih khusus kita hindari produk yang turut menyebabkan terbakarnya lahan dan telah merampas rumah Pongo serta margasatwa lainnya
- Pilih produk yang memiliki ecolabel.
Luangkan waktu untuk ambil bagian dalam perubahan, misalnya dengan mendesak produsen menyediakan produk-produk ber-ekolabel. Bisa dengan turut menandatangani petisi di Change.Org. Oya, saya sudah menandatanganinya.
RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil)
Adalah kelompok non-profit multi-stakeholder didirikan pada tahun 2004. Tujuannya mempromosikan pertumbuhan dan penggunaan produk kelapa sawit berkelanjutan. RSPO didirikan oleh WWF bersama sekelompok mitra bisnis untuk menjawab kebutuhan akan minyak sawit yang berkelanjutan.
Ini keanggotaannya (http://www.sustainablepalmoil.org)
Lalu seperti apa minyak sawit berkelanjutan? Untuk mendapatkan sertifikasi RSPO, komitmen lingkungan tentu harus. nah, persyaratannya diantaranya:
1) Komitmen untuk transparansi 2) Kepatuhan pada hukum dan Peraturan 3) Komitmen pada Ekonomi dan Keuangan yang berkelanjutan 4) Penggunaan praktek terbaik oleh perkebunan dan pabrik 5) Tanggung lawab lingkungan dan konservasi SDA dan Keanekaragaman Hayati, dll
Jadi, bagaimana ? Siap mendukung pongo dan Indonesia bebas asap? Mari #BeliYangBaik. Saya tunggu ya.
Baca tulisan lainnya :
Momblogger, penulis buku, dosen, trainer dan pembicara publik. Tema-tema green, health, pola makan sehat, travelling, teknologi dan pendidikan adalah topik yang diminatinya.
Pelatihan yang sudah dan sedang dilakukan adalah teknik penulisan artikel untuk blog, artikel untuk media massa, penulisan buku dan untuk review produk. Pelatihan lain yang juga diadakan adalah cara melangsing. Semua jenis pelatihan tersebut dikolaborasikan dengan buku.
Informasi lengkap profil bisa dilihat di facebook , instagram saya atau https://www.widyantiyuliandari.com/about-me
itu yang di gambar kobaran api itu bapak jokowi ya buk??
Pengusaha memang afa yg seenaknya sj. Ingin untung banyak dgn cara yg tak layak
Salam hangat dari Jombang
aku juga geram lihat orang2 yang seenaknya sendiri mencari keuntungan tapi banyak yg dirugikan karena menghalalkan segala cara
sedih klo hewan hewan yang dilindungi malah di bantai kayak gitu ya bu
Sangat tidak punya hati …. itulah manusia yang sombong atas keangkuhanya… mereka merusak alam dan hanya mencari untung sendiri.